Rabu, 27 November 2013

Dikotomi Signifiant (penanda) dan Signifie (petanda)

2. Dikotomi Signifiant (penanda) dan Signifie (petanda)

Lanque merupakan suatu sistem tanda yang bersifat abstrak sebagai dasar untuk mengungkapkan sesuatu yang kongkret. Tanda bahasa ini tersimpan dalam otak manusia sebagai asosiasi dari serapan akustis dan konseptual. Serapan citra akustis dalam pemikiran manusia itu dikenal sebagai signifie. Keduanya membentuk satu kesatuan yang tidak terpisahakan, hal inilah yang disebut tanda.

De Saussure berpendapat bahwa ciri dasar tanda bahasa adalah arbitaritas absolut (kesemenaan absolut), yang dipertentangkan dengan tanda bahasa yang memiliki motivasi. Arbitaritas ialah yang membentuk signifiant dan signifie secara sembarang, sehingga orang tidak bisa lagi menjelaskan kenapa sebuah mobil disebut ‘mobil’, bukannya ‘rumah’. Bertentangan dengan itu, pada proses simbolisasi di dalam alam pikiran, kita membentuk keterkaitan antara signifiant dan signifie. Seperti tanda merah pada lampu lalu lintas, artinya semua pemakai jalan harus berhenti. Pemakai jalan tidak bisa menggantinya dengan warna lain. Warna merahdan tindakan berhenti merupakan satu kesatuan antara penanda dan petanda.

Barthes kemudian meneliti beberapa istilah yang berhubungan dengan tanda, yaitu sinyal, ikon, indeks, simbol, dan alegori. Istilah-istilah ini dipahami sama oleh pemikir yang berbeda, seperti Hegel, Pierce, Jung dan Wallon. Dengan membaca secara vertikal, maka terdapat kontradiksi terminologis antar masing-masing pemikir. Barthes menilai bahwa terdapat permasalahan dalam merumuskan makna tanda itu sendiri yang dilakukan oleh para pemikir besar.

Sumber : Pengantar Metodologi Penelitian Budaya Rupa (halaman : 68 – 69)
Penanda dan Petanda, konsep ini melihat bahwa makna muncul ketika ada hubungan yang bersifat asosiasi ‘yang ditandai’ (signified) dan ‘yang menandai’ (signifier). Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified). Dengan kata lain, penanda adalah “bunyi yang bermakna” atau “coretan yang bermakna”. Jadi, penanda adalah aspek material dari bahasa yaitu apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep.

Suatu penanda tanpa petanda tidak berarti apa-apa dan karena itu tidak merupakan tanda. Sebaliknya, suatu petanda tidak mungkin disampaikan atau ditangkap lepas dari penanda; petanda atau yang dtandakan itu termasuk tanda sendiri dan dengan demikian merupakan suatu faktor linguistik. “Penanda dan petanda merupakan kesatuan seperti dua sisi dari sehelai kertas,” kata Saussure.
Louis Hjelmslev, seorang penganut Saussurean berpandangan bahwa sebuah tanda tidak hanya mengandung hubungan internal antara aspek material (penanda) dan konsep mental (petanda), namun juga mengandung hubungan antara dirinya dan sebuah sistem yang lebih luas di luar dirinya. Bagi Hjelmslev, sebuah tanda lebih merupakan self-reflective dalam artian bahwa sebuah penanda dan sebuah petanda masing-masing harus secara berturut-turut menjadi kemampuan dari ekspresi dan persepsi.
Sama halnya dengan Hjelmslev, Roland Barthes pun merupakan pengikut Saussurean yang berpandangan bahwa sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Menurut Barthes, pada dasarnya semiologi hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi dari objek-objek yang hendak dikomunikasikan, tetapi juga menyusun sistem terstruktur dari tanda. Salah satu wilayah penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader).


Sintagmatik dan Paradigmatik

Sintagmatik dan Paradigmatik


Hubungan sintagmatik dan paradigmatik
Kata-kata memiliki jenis hubungan yang sangat berbeda, hubungan ini disebut dengan hubungan paradigmatik, sedangkan sintagmatik biasanya di kemukakan dengan menggunakan unsur bahasa yang horizontal. Menurut Jabrohim (2011: 8) Sintagmatik merupakan hubungan yang muncul dalam suatu urutan, sedangkan paradigmatik hanyalah hubungan antara unsur-unsur yang memiliki kemungkinan untuk muncul dalam konteks yang sama.
Konsep teoritik yang sudah di kemukakan tersebut umumnya memang menjadi ttitik tolak telaah teks sastra secara struktural. Oleh karena itu, relasi sintagmatik dan relasi paradigmatik perlu di-decoding secara struktural supaya dapat di peroleh kejelasan cerita itu sendiri dan maknannya.
Fungsi yang berupa unsur-unsur yang mempunyai hubungan sintagmatik dibedakan menjadi dua kategori, yaitu (1) fungsi-fungsi utama dan (katalisator). Fungsi-fungsi utama merupakan tulang punggung cerita, yang memiliki hubungan kronologis dan logis. Adapun yang kedua merupakan unsur-unsur yang hanya berperan melengkapi. Katalisator hanya dapat memiliki hubungan kronologis saja antara peristiwa satu dengan yang lainnya, dan biasanya terdapat pada urutan peristiwa (Jabrohim, 2011: 9)

Langue dan parole

Langue dan Parole


Perbedaan Langue dan Parole serta Keterkaitan Dikotominya
Antara Langue dan Parole merupakan teori yang dicetuskan oleh F. De Saussure


Langue

Langue merupakan bahasa sebagai objek sosial yang murni dan dengan demikian keberadaannya diluar individu, sebagai seperangkat konvensi-konvensi sistemik yang berperan penting dalam komunikasi. Langue merupakan sistem sosial yang otonom, yang tidak bergantung kepada materi maupun tanda-tanda pembentuknya. Sebagai sebuah institusi sosial, langue bukan sama sekali sebuah tindakan dan tidak bisa pula dirancang atau diciptakan atau diubah secara pribadi, karena pada hakikatnya langue merupakan kontrak kolektif yang sungguh-sungguh harus dipatuhi bila kita ingin berkomunikasi, singkat kata langue adalah bahasa dalam wujudnya sebagai suatu sistem.
Disamping sebagai sebuah institusi sosial, langue juga sekaligus merupakan sistem nilai. Bila sebagai suatu sistem sosial, langue pada dasarnya merupakan kontrak kolektif yang harus diterima secara menyeluruh bila kita hendak berkomunikasi. Karena demikian, langue tersusun atas sejumlah elemen yang sekaligus ekuivalen dari kuantitas benda-benda dan terma-terma yang berfungsi lebih luas didalam sebuah tatanan referenssial.

Pemahaman dalam bahasa singkatnya Langue merupakan sistem yang mengacu pada bahasa tertentu yang ada di pemikiran manusia.

Parole

Parole merupakan bagian dari bahasa yang sepenuhnya individual. Parole dapat dipandang, pertama-tama, sebagai kombinasi yang memungkinkan subjek (penutur) sanggup menggunakan kode bahasa untuk mengungkapkan pikiran pribadinya. Disamping itu, ia juga dapat dipandang sebagai mekanisme psiko-fisik yang memungkinkan subjek menampilkan kombinasi tadi. Aspek kombinatif ini mengimplikasikan bahwa parole tersusun dari tanda-tanda yang identik dan senantiasa berulang. Karena merupakan aktivitas kombinatif maka parole terkait dengan penggunaan indifidu dan bukan semata-mata bentuk kreasi. 

Singkatnya, parole merupakan penggunaan aktual bahasa sebagai tindakan individu-individu.

Perbedaan Langue dan Parole

Keterkaitan Dikotominya
Langue dan Parole memiliki keterkaitan dikotomi dari pemaparan yang dijelaskan yakni kita mengolah suatu sistem tata bahasa kita menggunakan Langue sementara kita keluarkan atau kita apresiasikan melalui alat ucap kita yaitu mulut.



Perbedaan Kompetensi dan Performansi serta keterkaitan Dikotominya
Antara Kompetensi dan Performansi merupakan teori yang di kemukakan Nom Chomsky.
  
Kompetensi
Suatu kemungkinan yang tersimpan dan tewaris pada otak manusia dengan persepsi bahwa manusia dapat melaksanakan proses berbahasa.Dengan kata lain kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki pemakai bahasa mengenai bahasanya.Chomsky (1957) memiliki asumsi bahwa kemampuan orang menggunakan bahasa berkaitan erat dengan pengetahuan tentang kaidah-kaidah yang ada di dalam bahasa tersebut.
 Performansi 
 
     Performansi adalah aktualisasi bahasa,disini maksudnya dalah hasil dari bahasa tersebut.Misalkan seorang anak yang mampu menggunakan bahasa untuk berkomunikasi merupakan hasil dari pencernaan dan pengolahan tata bahasa yang mungkin tidak sengaja ia dengar maupun memang sengaja untuk diajarkan kedua orang tua dan dari lingkungannya.
 
       Keterkaitan dikotominya

         Sebagaimana diketahui bahwa kompetensi adalah pengetahuan penutur-pendengar mengenai bahasanya dan performansilah yang mewujudkan bahasa dalam pelaksanaan berbahasa dalam bentuk menerbitkan kalimat-kalimat dalam keadaan yang nyata.

Perbedaan Struktur Dalam dan Struktur Luar serta keterkaitan dikotominya
Antara Struktur Dalam dan Struktur Luar merupakan teori yang di kemukakan Nom Chomsky.

  • Struktur Dalam 
    Struktur Dalam merupakan struktur yang dianggap mendasari kalimat dan mengandung semua informasi yang diperlukan untuk interpretasi sintaksis dan semantiknya.

    Struktur Luar 
    Struktur luar adalah struktur yang tampak dalam tuturan nyata yang menggambarkan urutan bunyi, kata, frasa, kalimat.

    Keterkaitan dikotominya
    Struktur Dalam dan Struktur Luar ditinjau dari dikotomi adalah struktur dalam merupakan dasar pembentukan kalimat yang berisi segala aspek informasi sedang kan struktur luarlah yang merelasiasikannya berupa bunyi,frasa dan kalimat.

Selasa, 26 November 2013

BENTUK INFLEKTIF DAN DERIVATIF

2.6. Bentuk Inflektif dan Derivatif
1. Dalam pembentukan kata inflektif identitas leksikal kata yang dihiasilkan sama dengan identitas leksikal bentuk dasarnya. Sebalaiknya dalam proses pembentukan derivatif identitas yang dihasilkan tidak sama dengan identitas leksikal bentuk dasarnya.

3

Kasus inflektif dalam bahasa indonesia hanya terdapat dalam pembentukan verba transitif, yaitu dengan prefiks me- untuk verba transitif aktif, dengan prefiks di- untuk verba transitif pasif tindakan, dengan prefiks ter- untuk verba transitif pasif keadaan, dan dengan prefks zero untuk verba imperaktif.


4

Bentuk dasar dapat berupa:
1)    pangkal verba akar yang memiliki komponen makna [+sasaran], seperti akar baca, beli, dan tulis.
2)    Pangkal bersufiks –kan, seperti selipkan, daratkan, dan lewatkan.
3)    Pangkal bersufiks –I seperti, tangisi, lalui, dan nasehati.
4)    Pangkal berprefiks per- seperti, perpanjang, perluas, pertinggi.
5)    Pangkal berkonfiks ke-kan seperti, persembahkan, pertemukan, dan pertukarkan.
6)    Pangkal berkonfiks per-I seperti, perbaiki, perbarui, dan persenjatai.
3
Kata- kata dalam bahasa-bahasa berfleksi, untuk dapat di gunakan di dalam kalimat harus disesuaikan dulu bentuknya dengan kategori-kategori gramatikal yang berlaku dalan bahasa itu. Alat yang di gunakan untuk menyesuaikan bentuk itu biasanya berupa afiks, yang mungkin internal, yakni perubahan yang terjadi di dalam bentuk dasr itu.
Perubahan atau penyesuaian bentuk pada verba di sebut konyungsi , perubahan atau penyesuaian pada nomina dan ajektifa di sebut deklinasi. Konyugasi pada verba biasanya berkenaan dengan kala (tense), aspek, modus , diatesis, persona, jumlah, jenis, dan kasus .
Bahasa Indonesia bukanlah bahasa berfleksi. Jadi, tidak ada masalah konyugasi dan deklinasi dalam bahasa Indonesia. Membaca, dibaca, terbaca, dan bacalah, bentuk-bentuk merupakan kata yang sama, yang berate juaga mempunyai identitas leksikal yang sam. Perbedaan bentuknya adalah berkenaan dengan modus kalimatnya . Dengan demikian prefiks
me -,di-,ter-,ku-,dan kau- adalah infleksional.
kesimpulan
Pembentukan kata secara infletif, tidak membentuk kata baru, atau lain yang berbeda identitas leksikalnya dengan bentuk dasarnya. Hal ini berbeda dengan pembentukan kata secara derivative atau derivasional. Pembentukan kata secara derivative membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan kata dasarnya.
2
a.      Inflektif
Kata-kata dalam bahasa-bahasa berfleksi, seperti bahasa Arab, bahasa Latin, dan bahasa Sanskerta, untuk dapat digunakan di dalam kalimat harus disesuaikan dulu bentuknya dengan kategori-kategori gramatikal yang berlaku dalam bahasa itu. Alat yang digunakan untuk penyesuaian kata itu biasanya berupa afiks.
Penyesuaian bentuk pada verba disebut kongjugasi, dan penyesuaian pada nomina dan ajektifa disebut deklinasi.
b.      Derivatif

Pembentukan kata secara inflektif, seperti dibicarakan di atas, tidak membentuk kata baru, atau kata lain yang berbeda identitas leksikalnya dengan bentuk dasarnya. Sedangkan, pembentukan kata secara derivatif membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya

Senin, 25 November 2013

WACANA DAN PARAGRAF




BAB II
PEMBAHASAN
A.    PARAGRAF
Paragraf atau alinea adalah suatu bentuk bahasa yang biasanya merupakan hasil penggabungan beberapa kalimat. Dalam upaya menghimpun beberapa kalimat menjadi paragraph, yang perlu diperhatikan adalah kesatuan dan kepaduan. Kesatuan berarti seluruh kalimat dalam paragraf membicarakan satu gagasan (gagasan tunggal).Kepaduan berarti seluruh kalimat dalam paragraf itu kompak, saling berkaitan mendukung gagasan tunggal paragraf.
 Dalam kenyataannya kadang-kadang kita menemukan alinea yang hanya terdiri atas satu kalimat, dan hal itu memang dimungkinkan. Namun, dalam pembahasan ini wujud alinea semacam itu dianggap sebagai pengecualian karena disamping bentuknya yang kurang ideal jika ditinjau dari segi komposisi, alinea semacam itu jarang dipakai dalam tulisan ilmiah. Paragraf diperlukan untuk mengungkapkan ide yang lebih luas dari sudut pandang komposisi, pembicaraan tentang paragraf sebenarnya ssudah memasuki kawasan wacana atau karangan sebab formal yang sederhana boeh saja hanya terdiri dari satu paragraf. Jadi, tanpa kemampuan menyusun paragraf, tidak mungkin bagi seseorang mewujudkan sebuah karangan.
B.     SYARAT PARAGRAF
Paragraf yang efektif harus memenuhi dua syarat ,yaitu adanya kesatuan dan kepaduan.
·          Kesatuan paragraf
Sebuah paragraf dikatakan mempunyai kesatuan jika seluruh kalimat dalam paragraf hanya membicarakan satu ide pokok ,satu topik / masalah. Jika dalam sebuah paragraf terdapat kalimat yang menyimpang dari masalah yang sedang di bicarakan, berarti dalam paragraf itu terdapat lebih dari satu ide atau masalah.
·         Kepaduan paragraf
Seperti halnya kalimat efektif , dalam paragraph ini juga dikenal istilah kepaduan atau koherensi. Kepaduan paragraf akan terwujud jika aliran kalimat berjalan mulus dan lancer serta logis. Untuk itu, cara repetisi, jasa kata ganti dan kata sambung, serta frasa penghubung dapat dimanfaatkan.




2



C.     JENIS PARAGRAF
Paragraf memiliki banyak ragamnya. Untuk membedakan paragraf yang satu dari paragraf yang lain berdasarkan kelompoknya,yaitu : jenis paragraf menurut posisi kalimat topiknya, menurut sifat isinya, menurut fungsinya dalam karangan.
1)      Jenis paragraf menurut posisi kalimat topiknya
Kalimat yang berisi gagasan utama paragraf adalah kalimat topik. Karena berisi gagasan utama itulah keberadaan kalmat topic dan letak posisinya dalam paragraf menjadi penting. Posisi kalimat topik di dalam paragraf yang akan memberi warna sendiri bagisebuah paragraf. Berdasarkan posisi kalimat topik, paragraf dapa dibedakan atas empat macam, yaitu : paragraf deduktif, paragraf induktif, paragraf deduktif-induktif, paragraf penuh kalimat topik.
A.     Paragraf Deduktif
Adalah paragraf yang letak kalimat pokoknya di tempat kan pada bagian awal paragraf ,yaitu paragraf yang menyajikan pokok permasalahan terlebih dahulu, lalu menyusul uraian yang terinci mengenai permasalahan atau gagasan paragraf (urutan umum-khusus).
Contoh paragraf deduktif :" Olahraga akan membuat badan kita menjadi sehat dan tidak mudah terserang penyakit. Fisik orang yang berolahraga dengan yang jarang atau tidak pernah berolahraga sangat jelas berbeda. Contohnya jika kita sering berolahraga fisik kita tidak mudah lelah, sedangkan yang jarang atau tidak pernah berolahraga fisiknya akan cepat lelah dan mudah terserang penyakit."
B.     Paragraf induktif
Bila kalimat pokok ditempatkan dipada akhir paragraf akan terbentuk paragraf induktif, yaitu paragraf yang menyajikan penjelasan terlebih dahulu,barulah diakhiri dengan pokok pembicaraan.
Contohnya:
" Pak Sopian memiliki kebun pisang seluas 1 hektar. Tetangganya, Pak Gatot, juga memiliki kebun pisang seluas 1 hektar. Adik Pak Gatot, Ali Bashya, malah memiliki kebun pisang yang lebih luas daripada kakaknya, yaitu 2,5 hektar. Tahun ini merupakan tahun ketiga bagi mereka memanen pisang. Seperti mereka, dari 210 penduduk petani di Desa Sriwaylangsep, 175 kepala keluarga berkebun pisang. Maka, tidaklah heran apabila Desa Sriwaylangsep tersebut dikenal dengan Desa Pisang.

C.     Paragraf Deduktif-Induktif
Bila kalimat pokok di tempatkan pada bagian awal dan akhir paragraf, terbentuklah paragraf deduktif-induktif. Kalimat pada akhir paragraf umumnya menjelaskan atau menegaskan kembali gagasan utama yang terdapat pada awal paragraf.
Contoh paragraf deduktif-induktif :
Pemerintah menyadari bahwa rakyat Indonesia memerlukan rumah yang kuat,murah, dan sehat. Pihak dari pekerjaan umum sudah lama menyelidiki bahan rumah yang murah, tetapi kuat. Tampaknya bahan perlit yang diperoleh dari batuan gunung beapi sangat menarik perhatian para ahli. Bahan ini tahan api dan air tanah. Usaha ini menunjukan bahwa pemerintah berusaha membangun rumah yang kuat, murah dan sehat untuk memenuhi kebutuhan rakyat."
D.    Paragraf penuh kalimat topik
Seluruh kalimat yang membangun paragraf sama pentingnya sehingga tidak satupun kalimat yang khusus menjadi kalimat topik. Kondisi seperti itu dapat atau biasa terjadi akibat sulitnya menentukan kalimat topic karena kalimat yang satu dan lainnya sama-sama penting. Paragraf semacam ini sering dijumpai dalam uraian-uraian bersifat dskriptif dan naratif terutama dalam karangan fiksi.
Contoh paragraf penuh kalimat topik :
" Pagi hari itu aku berolahraga di sekitar lingkungan rumah. Dengan udara yang sejuk dan menyegarkan. Di sekitar lingkungan rumah terdengar suara ayam berkokok yang menandakan pagi hari yang sangat indah. Kuhirup udara pagi yang segar sepuas-puasku."
2)      Jenis Paragraf Menurut Sifat Isinya
Isi sebuah paragraf dapat bermacam-macam bergantung pada maksud penulisannya dan tuntutan korteks serta sifat informasi yang akan disampaikan.Penyelarasan sifat isi paragraf dengan isi karangan sebenarnya cukup beralasan karena pekerjaan menyusun paragraf adalah pekerjaan mengarang juga.Berdasarkan sifat isinya, alinea dapat digolongkan atas lima macam,yaitu:
A.    Paragraf Persuasif : adalah isi paragraf mempromosikan sesuatu dengan cara mempengaruhi atau mengajak pembaca. Paragraf persuasif banyak dipakai dalam penulisan iklan,terutama majalah dan Koran . Sedangkan paragraf argumentasi, deskripsi, daneksposisi umumnya dipakai dalam karangan ilmiah seperti buku,skripsi makalah dan laporan. Paragraf naratif sering dipakai untuk karangan fiksi seperti cerpen dan novel.
Contoh : “Marilah kita membuang sampah pada tempatnya, agar lingkungan kita bebas dari banjir dan bebas dari penyakit yang disebabkan oleh sampah – sampah yang di buang tidak pada tempatnya. Oleh karena itu, perlu kesadaran pada diri kita masing – masing untuk membuang sampah pada tempatnya.
B.     Paragraf argumentasi : adalah isi paragraf membahas satu masalah dengan bukti_bukti alasan yang mendukung.
Contoh : “Menurut Ketua panitia, Derrys Saputra, mujur merupakan kegiatan rutin yang diselenggarakan oleh HMTK untuk memilih ketua dan wakil HMTK yang baru. Bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan kepengurusan MHTK periode 2008 – 2009, maka sebagai penggantinya dilakukan mujur untuk memilih ketua dan wakil HMTK yang baru untuk masa kepengurusan 2009 – 20010.”
C.     Paragraf naratif : adalah isi paragraf menuturkan peristiwa atau keadaan dalam bentuk data atau cerita.
Contoh : “ Pada game pertama, Kido yang bermain dengan lutut kiri dibebat mendapat perlawanan ketat Chai/Liu hingga skor imbang 16 – 16. pada posisi ini, Kido/Hendra yang lebih berpengalaman dalam berbagai kejuaraan memperlihatkan keunggulan mereka.”
D.    Paragraf deskriptif : adalah paragraf yang melukiskan atau menggambarkan sesuatu dengan bahasa.
Contoh : “Kini hadir mesin cuci dengan desain bunga chrysant yang terdiri dari beberapa pilihan warna, yaitu pink elegan dan dark red untuk ukuran tabung 15 kg. Disamping itu, mesin cuci dengan bukaan atas ini juga sudah dilengkapi dengan LED display dan tombol-tombol yang dapat memudahkan penggunaan. Adanya fitur I-sensor juga akan memudahkan proses mencuci”.
E.     Paragraf eksposisi : adalah paragraf yang memaparkan sesuatu fakta atau kenyataan kejadian tertentu.
Contoh :“Rachmat Djoko Pradopo lahir 3 November 1939 di Klaten, Jawa Tengah. Tamat SD dan SMP (1955) di Klaten, SMA II (1958) di Yogyakarta. Masuk Jurusan Sastra Indonesia Universitas Gadkah Mada, tamat Sarjana Sastra tahun 1965. Pada tahun 1978 Rachmat mengikuti penataran sastra yang diselenggarakan oleh Pusat Bahasa Jakarta bersama ILDEP dan terpilih untuk melanjutkan studi di Pascasarjana Rijkuniversiteit Leiden, Nederland, tahun 1980 – 1981, di bawah bimbingan Prof. Dr. A. Teeuw”.

D.    WACANA
Dalam hubungan dengan penggunaan kohesi, selain teks dalam konsep pengertian dalam bahasa tertulis, kohesi juga akan berhubungan dengan konsep wacana yaitu sebagai kesinambungan cerita dengan bahasa yang mudah dan kesinambungan ini ditunjang oleh jalinan informasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, wacana didefenisikan sebagai: (1) ucapan, perkataan, tutur; (2) keseluruhan tutur yang merupakan satu kesatuan; (3) satuan bahasa terlengkap, realisasinya tampak pada bentuk karangan utuh seperti novel, buku, atau artikel, atau pada pidato, khotbah, dan sebagainya.
Dasar sebuah wacana ialah klausa atau kalimat yang menyatakan keutuhan pikiran. Wacana adalah unsur gramatikal tertinggi yang direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh dan dengan amanat yang lengkap dengan koherensi dan kohesi yang tinggi. Wacana utuh harus dipertimbangkan dari segi isi (informasi) yang koheren sedangkan sifat kohesifnya dipertimbangkan dari keruntutan unsur pendukungnya yaitu bentuk.
Wacana yaitu ”Komunikasi buah pikiran, baik lisan maupun tulisan, yang resmi dan teratur.” Wacana dapat juga diartikan sebuah tulisan yang teratur menurut urut-urutan yang semestinya atau logis. Dalam wacana setiap unsurnya harus memiliki kesatuan dan kepaduan. Wacana ialah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir nyata disampaikan secara lisan atau tertulis.( HENRY GUNTUR TARIGAN)
E.     CIRI-CIRI WACANA :
1.      Mempunyai koheren (pertautan: ayat dgn ayat, perenggan dgn perenggan lain dan isi dengan isi yang lain)
2.      Mempunyai kohesi (kesepaduan) ketepatan seluruh isi-isi yang dikemukakan fokus kepada tajuk yang diketengahkan
3.      Mempunyai tujuan bagi menentukan jenis wacana, penggunaan ayat
4.      Diterima khalayak/audiens penerimaan tinggi jika pembaca atau pendengar memahami sepenuhnya wacana itu dan mempunyai tujuan yang sama
5.      Berlandaskan hubungan penutur dengan pendengar, penulis dengan pembaca
6.      Mempunyai andaian dan inferens ,inferens memberikan maklumat baru kepada andaian
7.      Mempunyai gaya bersahaja atau tidak bersahaja, rasmi atau tidak rasmi, mempengaruhi pemilihahan laras bahasa, ayat, penggunaan dialek dan lain-lain.
F.      JENIS-JENIS WACANA
Menurut Praptomo Baryadi (2001, h. 3 dalam Sumarlam, 2003, h. 15-20) wacana dapat diklasifikasikan menjadi berbagai jenis menurut dasar pengklasifikasiannya. Misalnya  berdasarkan bahasanya, media yang dipakai untuk mengungkapkan, jenis pemakaian, bentuk, serta cara dan tujuan pemaparan.
1.      Bahasa yang dipakai sebagai sarana untuk mengungkapkannya wacana dapat   diklasifikasikan menjadi:
a.    Wacana bahasa nasional (Indonesia).
b.    Wacana bahasa daerah (bahasa Jawa, Bali, Sunda, Madura, dan sebagainya).
c.    Wacana bahasa internasional (Inggris).
d.   Wacana bahasa lainnya seperti bahasa Belanda, Jerman, Perancis, dan sebagainya.
2.      Berdasarkan media yang digunakannya maka wacana dapat dibedakan atas:
a.     Wacana tulis artinya wacana yang disampaikan dengan bahasa tulis atau melalui media tulis. Untuk dapat menerima atau memahami wacana tulis maka sang penerima atau pesapa harus membacanya.
b.      Wacana lisan berarti wacana yang disampaikan dengan bahasa lisan atau media lisan. Untuk dapat menerima dan memahami wacana lisan maka sang penerima atau pesapa harus menyimak atau mendengarnya.
3.      Berdasarkan sifat atau jenis pemakaiannya wacana dapat dibedakan antara wacana monolog dan wacana dialog.
a.     Wacana monolog (monologue discourse) artinya wacana yang disampaikan oleh seorang diri tanpa melibatkan orang lain untuk berpartisipasi secara langsung.
b.    Wacana dialog (dialogue discourse) yaitu wacana yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara langsung.
4.      Berdasarkan bentuknya wacana dapat diklasifikasikan menjadi tiga bentuk wacana prosa, puisi, dan drama.
a.     Wacana prosa yaitu wacana yang disampaikan dalam bentuk prosa (Jawa: gancaran).Wacana berbentuk prosa ini dapat berupa wacana tulis atau lisan. Contoh wacana prosa tulis misalnya cerita pendek (cerpen), cerita bersambung (cerbung), novel, artikel, dan undang-undang; sedangkan contoh wacana prosa lisan misalnya pidato, khotbah, dan kuliah.
b.    Wacana puisi yaitu wacana yang disampaikan dalam bentuk puisi (Jawa: geguritan). Seperti halnya wacana prosa, wacana puisi juga dapat berupa wacana tulis maupun lisan. Puisi dan syair adalah contoh wacana tulis, sedangkan puitisasi atau puisi yang dideklamasikan dan lagu-lagu merupakan contoh jenis wacana lisan. 
c.     Wacana drama yaitu wacana yang disampaikan dalam bentuk drama, dalam bentuk dialog baik berupa wacana tulis maupun wacana lisan. Bentuk wacana drama tulis terdapat pada naskah drama atau sandiwara, sedangkan bentuk wacana drama lisan terdapat pada pemakaian bahasa dalam peristiwa pementasan drama, yakni percakapan antarpelaku dalam drama tersebut.
5.      Berdasarkan cara dan tujuan pemaparannya pada umumnya wacana diklasifikasikan menjadi lima macam yaitu wacana narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi dan persuasi.
a.     Wacana  narasi atau wacana penceritaan disebut juga wacana penuturan yaitu wacana yang mementingkan urutan waktu dituturkan oleh persona pertama atau ketiga dalam waktu tertentu. Wacana narasi ini berorientasi pada pelaku dan seluruh bagiannya diikat secara kronologis. Jenis wacana narasi pada umumnya terdapat pada berbagai fiksi.
b.    Wacana deskripsi yaitu wacana yang bertujuan melukiskan, menggambarkan atau memerikan sesuatu menurut apa adanya.
c.     Wacana eksposisi atau wacana yang tidak mementingkan waktu dan pelaku. Wacana eksposisi ini berorientasi pada pokok pembicaraan, dan bagian-bagiannya diikat secara logis.
d.    Wacana argumentasi adalah yang berisi dea tau gagasan yang dilengkapi dengan data-data sebagai bukti dan bertujuan menyakinkan pembaca akan kebenaran dea tau gagasannya. Wacana argumentasi ini ada yang pendek dan ada pula yang panjang. Argumentasi yang pendek dapat terdiri atas satu kalimat atau beberapa kalimat.
e.     Wacana persuasi yaitu wacana yang bersifat ajakan atau nasihat biasanya ringkas dan menarik serta bertujuan untuk mempengaruhi secara kuat pada pembaca atau pendengar agar melakukan nasehat atau ajakan tersebut.
Menurut Fatimah Djajasudarma (1994, h. 6-14) jenis wacana dapat dikaji dari segi eksistensinya (realitasnya), media komunikasinya, cara pemaparannya, dan jenis pemakaiannya.
1.      Berdasarkan realitasnya wacana ada dua yaitu :
a.     Wacana verbal yaitu rangkaian kebahasaan verbal atau language exist (kehadiran kebahasaan) dengan kelengkapan struktural bahasa, mengacu pada struktur apa adanya.
b.     Non verbal atau language likes mengacu pada wacana sebagai rangkaian non bahasa, yakni rangkaian isyarat atau tanda-tanda yang bermakna (bahasa isyarat).
2.      Berdasarkan media komunikasinya wacana dapat diklasifikasikan menjadi wacana lisan dan wacana tulisan.
a.     Wacana lisan wujudnya berupa sebuah percakapan struktural bahasa mengacu pada struktur apa adanya.
b.    Wacana tulisan yang berwujud sebuah teks atau bahan tertulis yang dibentuk oleh lebih dari satu alinea yang merupakan wacana.
3.      Berdasarkan pemaparannya, wacana meliputi :
a.     Wacana naratif yaitu rangkaian tuturan yang menceritakan hal atau kejadian (peristiwa) melalui penonjolan pelaku (persona I atau III).
b.     Wacana deskripsi yaitu rangkaian tuturan yang memaparkan sesuatu atau melukiskan sesuatu baik berdasarkan pengalaman maupun pengetahuan penuturnya.
c.     Wacana prosedural yaitu rangkaian tuturan yang melukiskan sesuatu berurutan dan secara kronlogis.
d.    Wacana ekspositori yaitu tuturan yang bersifat menjelaskan sesuatu berisi pendapat atau simpulan dari sebuah pandangan.
e.     Wacana hortatori yaitu tuturan yang berisi ajakan atau nasehat.
f.     Wacana dramatik yaitu menyangkut beberapa orang penutur dan sedikit bagian naratif.
g.    Wacana epistorari yaitu dalam surat-surat, dengan sistem dan bentuk tertentu.
h.    Wacana seremonial yaitu wacana yang berhubungan dengan upacara adat yang berlaku, di masyarakat bahasa, berupa nasehat atau pidato pada upacara perkawinan, kematian , syukuran.
4.      Berdasarkan jenis pemakaiannya diklasifikasikan menjadi:
a.     Monolog (satu orang penutur) yaitu wacana yang tidak melibatkan bentuk tutur percakapan antara dua pihak yang berkepentingan.
b.     Dialog (dua orang penutur) yaitu wacana yang berupa percakapan antara dua pihak.
c.    Polilog (lebih dari dua penutur) yaitu wacana yang melibatkan partisipan pembicaraan di dalam konversasi.
G.    PRINSIP-PRINSIP WACANA
Tujuan
         Setiap wacana yang hendak dihasilkan mesti mempunyai tujuan kerana tujuanlah yang menentukan jenis wacana yang digunakan.  Tujuan adalah penting untuk memilih teknik penyampaian wacana, sama ada secara naratif, deskriptif atau eksposisi atau penghujahan.  Tujuan juga menentukan bentuk wacana, sama ada ucapan, ceramah, surat rasmi atau tidak rasmi dan sebagainya.  Jika tujuan wacana adalah untuk mendapatkan maklumat, ayat yang digunakan ialah ayat tanya.  Jika maklumat pula yang hendak disampaikan, ayat penyata digunakan.
Tautan
         Tautan atau kohesi bermaksud keserasian hubungan antara unsur linguistik dengan unsur linguistik yang lain dalam sesebuah wacana.  Keserasian ditinjau daripada hubungan antara sesuatu perkataan, frasa atau ayat dengan sesuatu perkataan dalam wacana tersebut.  Tautan dapat mewujudkan kesinambungan antara sebahagian teks dengan sebahagian teks yang lain sehingga membentuk satu kesatuan.
Runtutan
         Runtutan atau koheran merupakan kesinambungan idea yang terdapat dalam sesebuah wacana sehingga menjadi satu teks yang bermakna.  Runtutan merupakan asas dalam pembinaan wacana kerana tanpa makna, teks tidak dianggap sebagai wacana. 
Penerimaan
         Sesuatu wacana perlu mempunyai pendengar atau pembaca yang merupakan penerima sesuatu wacana.  Tahap penerimaan seseorang itu tinggi jika pendengar atau pembaca memahami sepenuhnya wacana yang disampaikan. Sebaliknya tahap penerimaan adalah rendah jika wacana tersebut tidak difahami oleh pendengar atau pembaca.
Maklumat
         Setiap wacana perlu mempunyai maklumat, iaitu maklumat baharu dan maklumat lama.  Maklumat lama ialah maklumat yang telah dinyatakan pada peringkat awal dan diulang dalam konteks berikutnya, manakala maklumat baharu ialah maklumat yang baharu sahaja dinyatakan dalam wacana tersebut.
Keadaan
         Sesuatu wacana perlulah sesuai dengan keadaan.  Kesesuaian itu menjadikan sesuatu wacana relevan dengan situasi ujaran. Pemilihan kata, frasa dan susunan ayat yang tepat amat penting untuk menjadikan sesuatu wacana itu sesuai dengan keadaan.
Interteks
Interteks bermaksud sesuatu wacana bergantung kepada wacana yang lain.  Melalui interteks, sesuatu wacana lebih mudah difahami oleh pembaca atau pendengar.  Kefahaman seseorang terhadap sesuatu wacana yang dibaca atau didengar akan membantu menghasilkan wacana.

DAFTAR PUSTAKA
macam-macam-paragraf-dan-wacana.html didownload pada tanggal 3 April 2011 jam 08.35
chaer,Abdul.2009.SINTAKSIS Bahasa Indonesia.Jakarta:Rineka Cipta
Badudu,J.S.1995.Inilah Bahasa Indonesia Yang Benar IV.Jakarta:Gramedia