BAB II
PEMBAHASAN
A. PARAGRAF
Paragraf atau alinea adalah suatu bentuk bahasa yang
biasanya merupakan hasil penggabungan beberapa kalimat. Dalam upaya menghimpun
beberapa kalimat menjadi paragraph, yang perlu diperhatikan adalah kesatuan dan
kepaduan. Kesatuan berarti seluruh kalimat dalam paragraf membicarakan satu
gagasan (gagasan tunggal).Kepaduan berarti seluruh kalimat dalam paragraf itu
kompak, saling berkaitan mendukung gagasan tunggal paragraf.
Dalam kenyataannya
kadang-kadang kita menemukan alinea yang hanya terdiri atas satu kalimat, dan
hal itu memang dimungkinkan. Namun, dalam pembahasan ini wujud alinea semacam
itu dianggap sebagai pengecualian karena disamping bentuknya yang kurang ideal
jika ditinjau dari segi komposisi, alinea semacam itu jarang dipakai dalam
tulisan ilmiah. Paragraf diperlukan untuk mengungkapkan ide yang lebih luas
dari sudut pandang komposisi, pembicaraan tentang paragraf sebenarnya ssudah
memasuki kawasan wacana atau karangan sebab formal yang sederhana boeh saja
hanya terdiri dari satu paragraf. Jadi, tanpa kemampuan menyusun paragraf,
tidak mungkin bagi seseorang mewujudkan sebuah karangan.
B. SYARAT PARAGRAF
Paragraf yang efektif harus memenuhi
dua syarat ,yaitu adanya kesatuan dan kepaduan.
·
Kesatuan paragraf
Sebuah paragraf dikatakan mempunyai
kesatuan jika seluruh kalimat dalam paragraf hanya membicarakan satu ide pokok
,satu topik / masalah. Jika dalam sebuah paragraf terdapat kalimat yang
menyimpang dari masalah yang sedang di bicarakan, berarti dalam paragraf itu
terdapat lebih dari satu ide atau masalah.
·
Kepaduan paragraf
Seperti halnya kalimat efektif ,
dalam paragraph ini juga dikenal istilah kepaduan atau koherensi. Kepaduan
paragraf akan terwujud jika aliran kalimat berjalan mulus dan lancer serta
logis. Untuk itu, cara repetisi, jasa kata ganti dan kata sambung, serta frasa
penghubung dapat dimanfaatkan.
C. JENIS PARAGRAF
Paragraf memiliki banyak ragamnya. Untuk membedakan
paragraf yang satu dari paragraf yang lain berdasarkan kelompoknya,yaitu :
jenis paragraf menurut posisi kalimat topiknya, menurut sifat isinya, menurut
fungsinya dalam karangan.
1) Jenis paragraf menurut posisi
kalimat topiknya
Kalimat yang
berisi gagasan utama paragraf adalah kalimat topik. Karena berisi gagasan utama
itulah keberadaan kalmat topic dan letak posisinya dalam paragraf menjadi
penting. Posisi kalimat topik di dalam paragraf yang akan memberi warna sendiri
bagisebuah paragraf. Berdasarkan posisi kalimat topik, paragraf dapa dibedakan
atas empat macam, yaitu : paragraf deduktif, paragraf induktif, paragraf
deduktif-induktif, paragraf penuh kalimat topik.
A. Paragraf Deduktif
Adalah
paragraf yang letak kalimat pokoknya di tempat kan pada bagian awal paragraf
,yaitu paragraf yang menyajikan pokok permasalahan terlebih dahulu, lalu
menyusul uraian yang terinci mengenai permasalahan atau gagasan paragraf
(urutan umum-khusus).
Contoh
paragraf deduktif :"
Olahraga akan membuat badan kita menjadi sehat dan tidak mudah terserang
penyakit. Fisik orang yang berolahraga dengan yang jarang atau tidak pernah
berolahraga sangat jelas berbeda. Contohnya jika kita sering berolahraga fisik
kita tidak mudah lelah, sedangkan yang jarang atau tidak pernah berolahraga
fisiknya akan cepat lelah dan mudah terserang penyakit."
B. Paragraf induktif
Bila kalimat
pokok ditempatkan dipada akhir paragraf akan terbentuk paragraf induktif, yaitu
paragraf yang menyajikan penjelasan terlebih dahulu,barulah diakhiri dengan
pokok pembicaraan.
Contohnya:
" Pak Sopian
memiliki kebun pisang seluas 1 hektar. Tetangganya, Pak Gatot, juga memiliki
kebun pisang seluas 1 hektar. Adik Pak Gatot, Ali Bashya, malah memiliki kebun
pisang yang lebih luas daripada kakaknya, yaitu 2,5 hektar. Tahun ini merupakan
tahun ketiga bagi mereka memanen pisang. Seperti mereka, dari 210 penduduk
petani di Desa Sriwaylangsep, 175 kepala keluarga berkebun pisang. Maka,
tidaklah heran apabila Desa Sriwaylangsep tersebut dikenal dengan Desa Pisang.
C. Paragraf Deduktif-Induktif
Bila kalimat
pokok di tempatkan pada bagian awal dan akhir paragraf, terbentuklah paragraf
deduktif-induktif. Kalimat pada akhir paragraf umumnya menjelaskan atau
menegaskan kembali gagasan utama yang terdapat pada awal paragraf.
Contoh
paragraf deduktif-induktif :
”Pemerintah menyadari bahwa rakyat
Indonesia memerlukan rumah yang kuat,murah, dan sehat. Pihak dari pekerjaan
umum sudah lama menyelidiki bahan rumah yang murah, tetapi kuat. Tampaknya
bahan perlit yang diperoleh dari batuan gunung beapi sangat menarik perhatian
para ahli. Bahan ini tahan api dan air tanah. Usaha ini menunjukan bahwa
pemerintah berusaha membangun rumah yang kuat, murah dan sehat untuk memenuhi
kebutuhan rakyat."
D. Paragraf penuh kalimat topik
Seluruh
kalimat yang membangun paragraf sama pentingnya sehingga tidak satupun kalimat
yang khusus menjadi kalimat topik. Kondisi seperti itu dapat atau biasa terjadi
akibat sulitnya menentukan kalimat topic karena kalimat yang satu dan lainnya
sama-sama penting. Paragraf semacam ini sering dijumpai dalam uraian-uraian
bersifat dskriptif dan naratif terutama dalam karangan fiksi.
Contoh
paragraf penuh kalimat topik :
" Pagi
hari itu aku berolahraga di sekitar lingkungan rumah. Dengan udara yang sejuk
dan menyegarkan. Di sekitar lingkungan rumah terdengar suara ayam berkokok yang
menandakan pagi hari yang sangat indah. Kuhirup udara pagi yang segar
sepuas-puasku."
2) Jenis Paragraf Menurut Sifat Isinya
Isi sebuah
paragraf dapat bermacam-macam bergantung pada maksud penulisannya dan tuntutan korteks
serta sifat informasi yang akan disampaikan.Penyelarasan sifat isi paragraf
dengan isi karangan sebenarnya cukup beralasan karena pekerjaan menyusun
paragraf adalah pekerjaan mengarang juga.Berdasarkan sifat isinya, alinea dapat
digolongkan atas lima macam,yaitu:
A. Paragraf Persuasif : adalah isi paragraf mempromosikan sesuatu
dengan cara mempengaruhi atau mengajak pembaca. Paragraf persuasif banyak
dipakai dalam penulisan iklan,terutama majalah dan Koran . Sedangkan paragraf
argumentasi, deskripsi, daneksposisi umumnya dipakai dalam karangan ilmiah
seperti buku,skripsi makalah dan laporan. Paragraf naratif sering dipakai untuk
karangan fiksi seperti cerpen dan novel.
Contoh : “Marilah kita membuang
sampah pada tempatnya, agar lingkungan kita bebas dari banjir dan bebas dari
penyakit yang disebabkan oleh sampah – sampah yang di buang tidak pada
tempatnya. Oleh karena itu, perlu kesadaran pada diri kita masing – masing
untuk membuang sampah pada tempatnya.
B. Paragraf argumentasi : adalah isi paragraf membahas satu
masalah dengan bukti_bukti alasan yang mendukung.
Contoh : “Menurut Ketua panitia, Derrys
Saputra, mujur merupakan kegiatan rutin yang diselenggarakan oleh HMTK untuk
memilih ketua dan wakil HMTK yang baru. Bersamaan dengan berakhirnya masa
jabatan kepengurusan MHTK periode 2008 – 2009, maka sebagai penggantinya
dilakukan mujur untuk memilih ketua dan wakil HMTK yang baru untuk masa
kepengurusan 2009 – 20010.”
C. Paragraf naratif : adalah isi paragraf menuturkan peristiwa atau
keadaan dalam bentuk data atau cerita.
Contoh : “ Pada game pertama, Kido
yang bermain dengan lutut kiri dibebat mendapat perlawanan ketat Chai/Liu
hingga skor imbang 16 – 16. pada posisi ini, Kido/Hendra yang lebih
berpengalaman dalam berbagai kejuaraan memperlihatkan keunggulan mereka.”
D. Paragraf deskriptif : adalah paragraf yang melukiskan
atau menggambarkan sesuatu dengan bahasa.
Contoh : “Kini hadir mesin cuci dengan
desain bunga chrysant yang terdiri dari beberapa pilihan warna, yaitu pink elegan
dan dark red untuk ukuran tabung 15 kg. Disamping itu, mesin cuci dengan bukaan
atas ini juga sudah dilengkapi dengan LED display dan tombol-tombol yang dapat
memudahkan penggunaan. Adanya fitur I-sensor juga akan memudahkan proses
mencuci”.
E. Paragraf eksposisi : adalah paragraf yang memaparkan sesuatu fakta
atau kenyataan kejadian tertentu.
Contoh :“Rachmat Djoko Pradopo lahir
3 November 1939 di Klaten, Jawa Tengah. Tamat SD dan SMP (1955) di Klaten, SMA
II (1958) di Yogyakarta. Masuk Jurusan Sastra Indonesia Universitas Gadkah
Mada, tamat Sarjana Sastra tahun 1965. Pada tahun 1978 Rachmat mengikuti
penataran sastra yang diselenggarakan oleh Pusat Bahasa Jakarta bersama ILDEP
dan terpilih untuk melanjutkan studi di Pascasarjana Rijkuniversiteit Leiden,
Nederland, tahun 1980 – 1981, di bawah bimbingan Prof. Dr. A. Teeuw”.
D. WACANA
Dalam hubungan dengan penggunaan kohesi, selain teks
dalam konsep pengertian dalam bahasa tertulis, kohesi juga akan berhubungan
dengan konsep wacana yaitu sebagai kesinambungan cerita dengan bahasa yang
mudah dan kesinambungan ini ditunjang oleh jalinan informasi. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,
wacana didefenisikan sebagai: (1) ucapan, perkataan, tutur; (2) keseluruhan
tutur yang merupakan satu kesatuan; (3) satuan bahasa terlengkap, realisasinya
tampak pada bentuk karangan utuh seperti novel, buku, atau artikel, atau pada
pidato, khotbah, dan sebagainya.
Dasar sebuah wacana ialah klausa atau
kalimat yang menyatakan keutuhan pikiran. Wacana adalah unsur
gramatikal tertinggi yang direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh dan
dengan amanat yang lengkap dengan koherensi dan kohesi yang tinggi. Wacana utuh
harus dipertimbangkan dari segi isi (informasi) yang koheren sedangkan sifat
kohesifnya dipertimbangkan dari keruntutan unsur pendukungnya yaitu bentuk.
Wacana yaitu ”Komunikasi buah pikiran, baik lisan
maupun tulisan, yang resmi dan teratur.” Wacana dapat juga diartikan sebuah
tulisan yang teratur menurut urut-urutan yang semestinya atau logis. Dalam
wacana setiap unsurnya harus memiliki kesatuan dan kepaduan. Wacana ialah
satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau
klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai
awal dan akhir nyata disampaikan secara lisan atau tertulis.( HENRY GUNTUR
TARIGAN)
E. CIRI-CIRI WACANA :
1. Mempunyai koheren (pertautan: ayat dgn ayat, perenggan
dgn perenggan lain dan isi dengan isi yang lain)
2. Mempunyai kohesi (kesepaduan) ketepatan seluruh
isi-isi yang dikemukakan fokus kepada tajuk yang diketengahkan
3. Mempunyai tujuan bagi menentukan jenis wacana,
penggunaan ayat
4. Diterima khalayak/audiens penerimaan tinggi jika
pembaca atau pendengar memahami sepenuhnya wacana itu dan mempunyai tujuan yang
sama
5. Berlandaskan hubungan penutur dengan pendengar,
penulis dengan pembaca
6. Mempunyai andaian dan inferens ,inferens memberikan
maklumat baru kepada andaian
7. Mempunyai gaya bersahaja atau tidak bersahaja, rasmi
atau tidak rasmi, mempengaruhi pemilihahan laras bahasa, ayat, penggunaan
dialek dan lain-lain.
F. JENIS-JENIS WACANA
Menurut
Praptomo Baryadi (2001, h. 3 dalam Sumarlam, 2003, h. 15-20) wacana dapat
diklasifikasikan menjadi berbagai jenis menurut dasar pengklasifikasiannya.
Misalnya berdasarkan bahasanya, media yang dipakai untuk
mengungkapkan, jenis pemakaian, bentuk, serta cara dan tujuan pemaparan.
1. Bahasa yang dipakai sebagai sarana untuk mengungkapkannya wacana
dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Wacana bahasa nasional (Indonesia).
b. Wacana bahasa daerah (bahasa Jawa, Bali, Sunda, Madura, dan sebagainya).
c. Wacana bahasa internasional (Inggris).
d. Wacana bahasa lainnya seperti bahasa Belanda, Jerman, Perancis, dan
sebagainya.
2. Berdasarkan media yang digunakannya maka wacana dapat dibedakan atas:
a. Wacana tulis artinya wacana yang disampaikan dengan bahasa tulis atau
melalui media tulis. Untuk dapat menerima atau memahami wacana tulis maka sang
penerima atau pesapa harus membacanya.
b. Wacana lisan berarti wacana yang disampaikan dengan bahasa lisan atau media
lisan. Untuk dapat menerima dan memahami wacana lisan maka sang penerima atau
pesapa harus menyimak atau mendengarnya.
3. Berdasarkan sifat atau jenis pemakaiannya wacana dapat dibedakan antara
wacana monolog dan wacana dialog.
a. Wacana monolog (monologue discourse) artinya wacana yang disampaikan
oleh seorang diri tanpa melibatkan orang lain untuk berpartisipasi secara
langsung.
b. Wacana dialog (dialogue discourse) yaitu wacana yang dilakukan oleh
dua orang atau lebih secara langsung.
4. Berdasarkan bentuknya wacana dapat diklasifikasikan menjadi tiga bentuk
wacana prosa, puisi, dan drama.
a. Wacana prosa yaitu wacana yang disampaikan dalam bentuk prosa (Jawa:
gancaran).Wacana berbentuk prosa ini dapat berupa wacana tulis atau lisan.
Contoh wacana prosa tulis misalnya cerita pendek (cerpen), cerita bersambung
(cerbung), novel, artikel, dan undang-undang; sedangkan contoh wacana prosa
lisan misalnya pidato, khotbah, dan kuliah.
b. Wacana puisi yaitu wacana yang disampaikan dalam bentuk puisi (Jawa:
geguritan). Seperti halnya wacana prosa, wacana puisi juga dapat berupa wacana
tulis maupun lisan. Puisi dan syair adalah contoh wacana tulis, sedangkan
puitisasi atau puisi yang dideklamasikan dan lagu-lagu merupakan contoh jenis
wacana lisan.
c. Wacana drama yaitu wacana yang disampaikan dalam bentuk drama, dalam bentuk
dialog baik berupa wacana tulis maupun wacana lisan. Bentuk wacana drama tulis
terdapat pada naskah drama atau sandiwara, sedangkan bentuk wacana drama lisan
terdapat pada pemakaian bahasa dalam peristiwa pementasan drama, yakni
percakapan antarpelaku dalam drama tersebut.
5. Berdasarkan cara dan tujuan pemaparannya pada umumnya wacana
diklasifikasikan menjadi lima macam yaitu wacana narasi, deskripsi, eksposisi,
argumentasi dan persuasi.
a. Wacana narasi atau wacana penceritaan disebut juga wacana
penuturan yaitu wacana yang mementingkan urutan waktu dituturkan oleh persona
pertama atau ketiga dalam waktu tertentu. Wacana narasi ini berorientasi pada
pelaku dan seluruh bagiannya diikat secara kronologis. Jenis wacana narasi pada
umumnya terdapat pada berbagai fiksi.
b. Wacana deskripsi yaitu wacana yang bertujuan melukiskan, menggambarkan atau
memerikan sesuatu menurut apa adanya.
c. Wacana eksposisi atau wacana yang tidak mementingkan waktu dan pelaku.
Wacana eksposisi ini berorientasi pada pokok pembicaraan, dan bagian-bagiannya
diikat secara logis.
d. Wacana argumentasi adalah yang berisi dea tau gagasan yang dilengkapi
dengan data-data sebagai bukti dan bertujuan menyakinkan pembaca akan kebenaran
dea tau gagasannya. Wacana argumentasi ini ada yang pendek dan ada pula yang
panjang. Argumentasi yang pendek dapat terdiri atas satu kalimat atau beberapa
kalimat.
e. Wacana persuasi yaitu wacana yang bersifat ajakan atau nasihat biasanya
ringkas dan menarik serta bertujuan untuk mempengaruhi secara kuat pada pembaca
atau pendengar agar melakukan nasehat atau ajakan tersebut.
Menurut Fatimah Djajasudarma (1994, h. 6-14) jenis
wacana dapat dikaji dari segi eksistensinya (realitasnya), media komunikasinya,
cara pemaparannya, dan jenis pemakaiannya.
1. Berdasarkan realitasnya wacana ada dua yaitu :
a. Wacana verbal yaitu rangkaian kebahasaan verbal atau language exist (kehadiran
kebahasaan) dengan kelengkapan struktural bahasa, mengacu pada struktur apa
adanya.
b. Non verbal atau language likes mengacu pada wacana
sebagai rangkaian non bahasa, yakni rangkaian isyarat atau tanda-tanda yang
bermakna (bahasa isyarat).
2. Berdasarkan media komunikasinya wacana dapat
diklasifikasikan menjadi wacana lisan dan wacana tulisan.
a. Wacana lisan wujudnya berupa sebuah percakapan struktural bahasa mengacu
pada struktur apa adanya.
b. Wacana tulisan yang berwujud sebuah teks atau bahan tertulis yang dibentuk
oleh lebih dari satu alinea yang merupakan wacana.
3. Berdasarkan pemaparannya, wacana meliputi :
a. Wacana naratif yaitu rangkaian tuturan yang menceritakan hal atau kejadian
(peristiwa) melalui penonjolan pelaku (persona I atau III).
b. Wacana deskripsi yaitu rangkaian tuturan yang memaparkan sesuatu atau
melukiskan sesuatu baik berdasarkan pengalaman maupun pengetahuan penuturnya.
c. Wacana prosedural yaitu rangkaian tuturan yang melukiskan sesuatu berurutan
dan secara kronlogis.
d. Wacana ekspositori yaitu tuturan yang bersifat menjelaskan sesuatu berisi
pendapat atau simpulan dari sebuah pandangan.
e. Wacana hortatori yaitu tuturan yang berisi ajakan atau nasehat.
f. Wacana dramatik yaitu menyangkut beberapa orang penutur dan sedikit bagian
naratif.
g. Wacana epistorari yaitu dalam surat-surat, dengan sistem dan bentuk
tertentu.
h. Wacana seremonial yaitu wacana yang berhubungan dengan upacara adat yang
berlaku, di masyarakat bahasa, berupa nasehat atau pidato pada upacara
perkawinan, kematian , syukuran.
4. Berdasarkan jenis pemakaiannya diklasifikasikan
menjadi:
a. Monolog (satu orang penutur) yaitu wacana yang tidak melibatkan
bentuk tutur percakapan antara dua pihak yang berkepentingan.
b. Dialog (dua orang penutur) yaitu wacana yang berupa percakapan antara
dua pihak.
c. Polilog (lebih dari dua penutur) yaitu wacana yang melibatkan partisipan
pembicaraan di dalam konversasi.
G. PRINSIP-PRINSIP
WACANA
Tujuan
• Setiap wacana yang hendak dihasilkan mesti mempunyai tujuan kerana
tujuanlah yang menentukan jenis wacana yang digunakan. Tujuan adalah
penting untuk memilih teknik penyampaian wacana, sama ada secara naratif,
deskriptif atau eksposisi atau penghujahan. Tujuan juga menentukan
bentuk wacana, sama ada ucapan, ceramah, surat rasmi atau tidak rasmi dan
sebagainya. Jika tujuan wacana adalah untuk mendapatkan maklumat,
ayat yang digunakan ialah ayat tanya. Jika maklumat pula yang hendak
disampaikan, ayat penyata digunakan.
Tautan
• Tautan atau kohesi bermaksud keserasian hubungan antara unsur linguistik
dengan unsur linguistik yang lain dalam sesebuah wacana. Keserasian
ditinjau daripada hubungan antara sesuatu perkataan, frasa atau ayat dengan
sesuatu perkataan dalam wacana tersebut. Tautan dapat mewujudkan
kesinambungan antara sebahagian teks dengan sebahagian teks yang lain sehingga
membentuk satu kesatuan.
Runtutan
• Runtutan atau koheran merupakan kesinambungan idea yang terdapat dalam
sesebuah wacana sehingga menjadi satu teks yang bermakna. Runtutan
merupakan asas dalam pembinaan wacana kerana tanpa makna, teks tidak dianggap
sebagai wacana.
Penerimaan
• Sesuatu wacana perlu mempunyai pendengar atau pembaca yang merupakan
penerima sesuatu wacana. Tahap penerimaan seseorang itu tinggi jika
pendengar atau pembaca memahami sepenuhnya wacana yang
disampaikan. Sebaliknya tahap penerimaan adalah rendah jika wacana
tersebut tidak difahami oleh pendengar atau pembaca.
Maklumat
• Setiap wacana perlu mempunyai maklumat, iaitu maklumat baharu dan maklumat
lama. Maklumat lama ialah maklumat yang telah dinyatakan pada
peringkat awal dan diulang dalam konteks berikutnya, manakala maklumat baharu
ialah maklumat yang baharu sahaja dinyatakan dalam wacana tersebut.
Keadaan
• Sesuatu wacana perlulah sesuai dengan keadaan. Kesesuaian itu menjadikan
sesuatu wacana relevan dengan situasi ujaran. Pemilihan kata, frasa dan
susunan ayat yang tepat amat penting untuk menjadikan sesuatu wacana itu sesuai
dengan keadaan.
Interteks
Interteks bermaksud sesuatu wacana bergantung
kepada wacana yang lain. Melalui interteks, sesuatu wacana lebih
mudah difahami oleh pembaca atau pendengar. Kefahaman seseorang
terhadap sesuatu wacana yang dibaca atau didengar akan membantu menghasilkan
wacana.
DAFTAR
PUSTAKA
macam-macam-paragraf-dan-wacana.html didownload pada tanggal 3 April 2011 jam 08.35
chaer,Abdul.2009.SINTAKSIS
Bahasa Indonesia.Jakarta:Rineka Cipta
Badudu,J.S.1995.Inilah
Bahasa Indonesia Yang Benar IV.Jakarta:Gramedia