Sabtu, 23 November 2013

PROSES MORFOLOGI

Proses Morfologi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.             Latar Belakang
Proses morfologi pada dasarnya adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar melalui pembubuhan afiks (dalam proses afiksasi), pengulangan (dalam proses reduplikasi), penggabungan (dalam proses komposisi), pemendekan (dalam proses akronimisasi), dan pengubahan status (dalam proses konversi). prosedur ini berbeda dengan analisis morfologi yang mencerai-ceraikan kata (sebagai satuan sintaksis) menjadi bagian-bagian atau satuan-satuan yang lebih kecil. Jadi kalau dalam analisis morfologi ; seperti menggunakan teknik immediate Constituen Analysis, terhadap kata berpakaian misalnya, mula-mula kata berpakaian dianalisis menjadi bentuk ber- dan pakaian; lalu membentuk pakaian dianalisis lagi menjadi bentuk pakai dan –an. Maka dalam proses morfologi prosedurnya dibalik: mula-mula dasar pakai diberi sufiks –an menjadi pakaian. Kemudian kata pakaian itu diberi prefiks ber- menjadi berpakaian. Jadi, kalau analaisis morfologi mencerai-ceraikan data kebahasaan yang ada, sedangkan proses morfologi mencoba menyusun dari komponen-komponen kecil menjadi sebuah bentuk yang lebih besar yang berupa kata kompleks atau kata yang polimorfemis.
            Proses morfologis ialah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan yang lain (Samsuri, 1982:190). Atau, proses yang dialami bentuk-bentuk lingual dalam menyusun kata-kata (Ahmadslamet, 1982:58). Lebih jelas, proses morfologis ialah proses pembentukan kata-kata dari satuan lain yang merupakan bentuk dasarnya (Ramlan, 1983:44).
Proses morfologi melibatkan komponen :
©      Bentuk dasar,
©      Alat pembentukan (afiksasi, reduplikasi, komposisi, akronimisasi, dan konversi),
©      Makna gramatikal, dan
©      Hasil proses pembentukan.



1.2.      Tujuan
Setelah membaca makalah ini diharapkan pembaca memiliki wawasan yang luas tentang proses morfologi yang meliputi :
ª      Bentuk dasar
ª      Pembentukan kata
ª      Hasil proses pembentukan
ª      Makna gramatikal
ª      Tahap pembentukan
ª      Bentuk inflektif dan derivatif, dan
ª      Produktivitas proses.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Bentuk Dasar
Bentuk dasar adalah bentuk yang kepadanya dilakukan proses morfologi itu. Bentuk dasar itu dapat berupa akar seperti baca, pahat, dan juang  pada kata membaca, memahat dan berjuang. Dapat berupa bentuk polimorfemis seperti bentuk bermakna, berlari, dan jual beli kebermaknaan, berlari-lari dan berjual beli.
Dalam proses reduplikasi bentuk dasar dapat berupa akar, seperti akar rumah pada kata rumah-rumah, akar marah pada kata marah-marah.
Dalam proses komposisi dapat berupa akar sate pada kata sate ayam, sate padang.
Menurut kajian tradisional dan struktural bentuk dasar kata itu adalah sama, yaitu akar ajar.
Konsep bentuk kata dasar tidak sama dengan pengertian morfem dasar atau kata dasar, karena bentuk dasar dapat juga berupa bentuk-bentuk polimorfemis.





2.2. Pembentukan Kata
Komponen kedua dalam proses morfologi adalah alat pembentukan kata.
Ciri Pembentukan Kata :
a. ada morfem yang berfungsi sebagai tempat penggabungan ( bentuk dasar ) dan morfem yang berfungsi sebagai penggabung.
Contoh : men- ( penggabung )
membaca
baca ( bentuk dasar )
gotong royong ( penggabung )
( bentuk dasar )
b. bentuk dasar tidak selalu morfem
Contoh : dipersatukan dibuat jadi bersatu
di persatukan buat jadi bersatu
(penggabung ) ( bentuk dasar )
per- satukan buat jadi satu
( penggabung ) ( bentuk dasar )
satu kan
( bentuk dasar ) ( penggabung )
c. penggabungan atau perpaduan morfem – morfem itu mengalami penambahan atau perubahan arti.
d. sebagai akibat proses morfologis, perubahannya bersistem atau beraturan.
Contoh : membuat, membantu, menyapu.
Akan tetapi, perubahan kata putra, putri, dewa,dewi tidak dapat dikatakan proses morfologis karena tidak beraturan dalam arti tidak bisa dibuat bentukan lain.
Alat pembentukan dalam proses morfologi adalah :
§      Afiks dalam proses afiksasi
§      Pengulangan dalam proses reduplikasi
§      Penggabungan dalam proses komposisi
§      Pemendekan atau penyingkatan dalam proses akronimisasi, dan
§      Pengubahan status dalam proses konversi.

Dalam proses afiksasi sebuah afiks diimbuhkan pada bentuk dasar sehingga hasilnya menjadi sebuah kata.
Bentuk (atau morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan kata disebut afiks atau imbuhan (Alwi dkk., 2003: 31). Pengertian lain proses pembubuhan imbuhan pada suatu satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks, untuk membentuk kata (Cahyono, 1995:145).
Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur (1) dasar atau bentuk dasar,(2) afiks,dan (3) makna gramatikal yang dihasilkan.
Contoh:
pukul -> di + pukul ->dipukul
makan ->makan + an ->makanan
hujan ->ke + an + hujan ->kehujanan
Bentuk-bentuk dasar atau dasar yang menjadi dasar dalam proses afiksasi dapat berupa akar, yakni bentuk terkecil yang tidak dapat disegmentasikan lagi. Dapat juga berupa bentuk kompleks, dapat juga berupa frase.
Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata. Sesuai dengan sifat kata yang dibentuknya. Dibedakan adanya dua jenis afiks, yaitu afiks inflektif dan afiks derivative. Denagn afiks inflektf adalah afiks yang digunakan dalam pembentukan kata-kata inflektif atau para digma infleksional. Dalam bahasa Indonesia dibedakan adanya prefiks me- yang inflektif dan prefiks me- yang derivative. Sebagai afiks inflektif prefiks me- menandai bentuk kalimat indikatif aktif, sebagai kebalikan dari prefiks di- yang menandai bentuk indikatif. Sebagai afiks derivative, prefiks me- membentuk kata baru, yaitu kata identitas leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya.
Dilihat dari posisi melekatnya pada bentuk dasar biasanya dibedakan adanya prefiks,infliks, sufiks.
Yang dimaksud dengan infiks adalah afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar.
Yang dimaksud dengan sufiks adalah yang diimbuhkan pada posisi akhir bentuk dasar.
Konfiks adalah afiks yang berupa morfem terbagi, yang bagian pertama berposisi pada awal bentuk, dan bagian yang kedua berposisi akhir bentuk dasar.




© Proses morfemis menurut Verhaar
¨      Afiksasi adalah pengimbuhan afiks
¨      Prefiks adalah imbuhan di sebelah kiri bentuk dasar. Contoh:  mengajar
¨      Sufiks adalah imbuhan di sebelah kanan bentuk dasarContoh: ajarkan
¨      Infiks adalah imbuhan yang disisipkan dalam kata dasarContoh: gerigi
¨      Konfiks adalah imbuhan dan akhiran pada sebuah bentuk dasarContoh: perceraian
¨      Fleksi adalah afiksasai yang terdiri atas golongan kata yang samaContoh: mengajar – diajar
¨      Derifasi adalah afiksasi yang terdiri atas golongan kata yang tidak samaContoh: mengajar – pengajar

Afiksasi sering pula disinonimkan dengan proses pembubuhan afiks. Seperti telah dijelaskan, afiksasi merupakan salah satu proses morfologis. Afiksasi dalam bahasa Indonesia sangat memegang peranan penting. Hal itu didasarkan pada suatu kenyataan, bahwa bahasa Indonesia termasuk rumpun bahasa aglutinatif.
 Afiksasi yaitu penggabungan akar (istilah lain untuk morfem bebas) atau pokok kata dengan afiks (Samsuri, 1982:190). Namun Ramlan (1983:47) lebih lanjut menyebut afiksasi itu sebagai pembubuhan afiks pada suatu satuan (bentuk), baik tunggal maupun kompleks untuk membentuk kata. Hasil afiksasi disebut kata berafiks atau kata berimbuhan. Lubis (1954:39) dan Anshar (1969:9) menyebutkan dengan istilah kata bersambungan.

 Dari dua pernyataan tersebut, kita dapat mengambil satu perbedaan pengertian yang dilontarkan oleh Samsuri dan Ramlan. Perbedaan bukan terletak pada peristiwa afiksasinya, tetapi terletak pada bentuk dasarnya. Samsuri menyebutkan bahwa bentuk dasar yang dilekati afiks berupa akar (bentuk tunggal bebas atau morfem bebas) dan pokok kata, sedangkan Ramlan, menyebutnya bentuk tunggal maupun kompleks. Dalam hal ini, penulis sependapat dengan Ramlan, bahwa pada dasarnya afiksasi dalam bahasa Indonesia.tidk ahanya dibentuk dari bentuk dasar yang bermorfem tunggal, tetapi bisa pula bentuk kompleks. Agar lebih jelas perhatikanlah korpus berikut. 
Afiks
Bentuk Dasar
Hasil
Tunggal
Kompleks
peN-
peN-an
per-an
ber-
-an
di-kan (?)
meN-kan (?)
temu
tampil
-
-
makan
-
-
-
-
-
tanggung jawab
pakaian
-
berhenti
satu padu
ke samping
penemu
penampilan
pertanggungjawaban
berpakaian
makanan
diberhentikan
menyatupadukan
mengesampingkan
 Dengan memeprhatikan contoh yang berada dalam korpus, nyatalah bahwa bentuk dasarkata berafiks bahasa Indonesia mungkin berupa bentuk tunggal (temu, tampil, makan), mungkin kompleks (tanggung jawab, pakaian, berhenti, satu padu, ke samping).
Bentuk dasar kata berafiks mungkin berupa: morfem bebas atau istilah Samsuri akar, seperti makan, mungkin berupa pokok kata seperti juang; mungkin berupa kata berafiks seperti pakaian, berhenti; mungkin gabungan kata seperti tanggung jawab; atau mungkin frase seperti ke samping.
Berdasarkan kenyataan di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa afiksasi atau pembubuhan afiks ialah pembentukan kata baru dengan carameletakkan afiks atau imbuhan pada suatu bentuk dasar, baik bentuk tunggal maupun kompleks.
Proses afiksasi dalam bahasa Indonesia, dibedakan menjadi empat macam. Pertama, proses pelatakkan afiks di muka bentuk dasar yang bisa disebut prefiksasi (prefixation; proses pembubuhan awalan); contoh: ke- + kasih menjadi kekasih. Kedua, proses pelatakkan afiks di tengah-tengah bentuk dasar yang biasa biasa disebut infiksasi (infixation; proses pembubuhan sisipan); contoh –el- + tunjuk menjadi telunjuk. Ketiga, proses peletakkan aiks pada akhir bentuk dasar yang biasa disebut sufiksasi (suffxation; proses pembubuhan akhiran); contoh: -an + genang menjadi genangan. Keempat, proses pembubuhan afiks dengan cara membubuhkan afiks di awal dan di akhir (mengapit) bentuk dasar sekaligus disebut konfiksasi ambifikasi (konfixation; ambifixation; proses pembubuhan imbuhan gabungan), seperti: ke-an + mati menjadi kematian
Jika kita membicarakan afiksasi, maka kita tidak bisa memisahkannya dengan afiks atau imbuhan itu sendiri. Artinya, pembicaraan afiksasi atau proses pengimbuhan harus selalu diikuti oleh pembicaraan afiks atau imbuhan itu sendiri. Keraf (1982:93) menyebutnya, hubungan keduanya seperti ikan dengan air.
Pada bagian terdahulu, telah dijelaskan bahwa afiks disebut bentuk ikat secara morfologis (baca kembali bentuk bebas dan bentuk ikat). Ahmadslamet (1981:59) mendefinisikan afiks sebagai satuan atau bentukan yang merupakan morfem ikat yang selalu hadir dengan keadaan bergabung dengan bentukan lainnya dalam membentuk bentukan lainnya yang lebih besar. Afiks ialah satuan (ter-)ikat yang dalam suatu kata merupakan unsur yang bukan kata dan bukan pokok kata yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan lain untuk membentuk kata.untuk menjelaskan pengertian di atas, perhatikanlah contoh berikut!
Afiks
Bentuk Dasar
Kata Berafiks
ber-
di-
-an
-i
-kan
-el-
peN-an
jalan
tendang
kunjung
duduk
masuk
tapak
nanti
berjalan
ditendang
kunjungan
duduki
masukkan
telapak
penantian

Berdasarkan tebel di atas jelas terlihat bahwa afiks (ber-, di-, -an, -i, -kan, -el-, peN-an; dan banyak lagi) kalau berdiri sendiri tidak mempunyai arti apa-apa. Bentuk tersebut (afiks) tidak dapat beriri sendiri dalam tuturan biasa. Afiks baru mempunyai arti atau makna jika mereka digabungkan pada bentuk lain seperti terlihat pada korpus di atas.
Dapat dilihat pada korpus di atas, afiks berfungsi membentuk kata-kata baru. Bahkan menurut Ramlan, afiks pun selain membentuk kata, juga membentuk pokok kata seperti pada duduki dan masukkan.
Oleh karena itu ada pula yang menyebut bentuk-bentuk seperti itu dengan istilah pokok kata kompleks. Ahmadslamet (1982:90) tidak sependapat dengan istilah pokok kata untuk contoh seperti itu sebab pokok kata diartikan sebagai morfem ikat. Bentuk-bentuk seperti itu bisa hadir dalam tuturan biasa atau dalam kalimat secara bebas, seperti: “Buku itu sudah saya masukkan ke dalam tas.” Atau “Jangan anda duduki kursi itu.”. bentuk seperti itu beliau namakan kata kerja yang memiliki cirri khusus.
Ada bentuk lain yang mirip afiks seperti di-, ke-, dari, -lah pada di pinggir (jalan), ke sudut, dari kota, makanlah; juga bentuk-bentuk seperti: ku-, -ku, -mu, -nya, -isme pada kutarik, bajuku, dagumu, hidungnya, patriotisme. Golongan pertama disebut morfem ikat secara sintaksis dan yang kedua disebut klitik
Berdasarkan paparan di atas, dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa afiks atau imbuhan merupakan bentuk satuan terikat yang jika dilekatkan pada bentuk dasar akan mengubah makna bentuk tersebut.
Dari letak atau posisi melekatnya, afiks dapat dibagi menjadi empat macam yaitu prefiks atau awalan, infiks atau sisipan, sufiks atau akhiran, dan konfiks atau imbuhan gabungan (ada pula yang menyebutnya ambifiks, imbuhan ganda).
Prefiks atau awalan ialah afiks atau imbuhan yang dilekatkan pada awal bentuk dasar. Infiks atau sisipan yaitu afiks atau imbuhan yang dilekatkan di tengah-tengah bentuk dasar. Sufiks atau akhiran yaitu afiks atau imbuhan yang dilekatkan sesudah bentuk dasar. Konfiks atau imbuhan gabungan yaitu afik atau imbuhan yang mengapit bentuk dasar dengan cara melekat secara bersama-sama yang membentuk satu fungsi dari satu arti. Untuk dapat mengetahui afiks-afiks bahasa Indonesia secara jelas, lihatlah korpus berikut.

Prefiks
Infiks
Sufiks
Konfiks
meN-
Ber-b
di-
peN-
pe-
per-
se-
ke-
ter-
a-
maha-
para
pra-
-el-
-er-
-em-
-kan
-an
-i
-nya
-wan
-man
-wati
-is
meN-kan
ber-an
ber-kan
se-nya
per-an
peN-an
di-kan
ke-an
meN-i

Ditinjau dari asalnya, afiks bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu afiks asli dan afiks dari bahasa asing. Afiks asli ialah afiks-afiks yang emmang merupakan bentukan atau afik dari bahasa Indonesia itu sendiri, sedangkan afiks asing ialah afiks yang berasal atau hasil pungutan dari bahasa asing yang kini telah menjadi bagian sistem bahasa Indonesia.
Untuk menyatakan suatu afiks bahasa asing telah diterima menjadi afiks bahasa Indonesia, apabila afiks tersebut sudah mampu keluar dari lingkungan bahasa asing dan sanggup melekat pada bentuk dasar bahasa Indonesia. Ramlan (1983:52) memberikan gambaran afiks –in dan –at pada kata muslimin dan muslimat merupakan afiks bahasa Arab, belum dapat digolongkan ke dalam afiks bahasa Indonesia, meskipun di samping muslimin dan muslimat ada bentuk muslim. Namun demikian, kedua afiks tersebut belum mampu melekat pada bentuk dasar bahasa Indonesia lainnya. Kedua afiks tersebut hanya mampu melekat pada bentuk dasar bahasa Arab. Berbeda dengan afiks maha- yang berasal dari bahasa Sangsekerta misalnya, ia mampu melekatkan diri pada bentuk-bentuk dasar bahasa Indonesia seperti: murah, besar, adil, bijaksana, pengasih, pengampun, guru, siswa.
Afiks-afiks yang berasal dari bahasa asing dapat kita kelompokan: pra-, para-,     -wan, -wati, -man, a-, -is, -nda/-da. Afiks-afiks sepeti: meN-, ber-, di-, peN-, pe-, per-, se-, ke-, ter-, -el-, -er-, -em-, -kan, -an, -i, -nya, meN-kan, meN-i, ber-an, ber-kan, se-nya, peN-an, per-an, di-kan, ke-an merupakaafiks-afiks asli bahasa Indonesia.
Jika kita perhatikan afiks-afiks yang telah yang telah diuraikan pada bagian terdahulu, ada afiks terbatas sekali penggunaannya dan ada yang memiliki kemampuan melekat pada satuan lain yang lebih besar. Afiks –da, misalnya, hanya melekat secara terbatas pada bentuk-bentuk yang menyatakanmakna kekeluargaan, seperti: ayahanda, ibunda, pamanda, adinda, kakanda. Contoh lain afiks-afiks –el-, -er-, dan –em- hanya melekat pada bentuk-bentuk yang sudah ada, tidak mampu menghasilkan bentuk atau kata-kata baru.

Di lain pihak seperti afiks meN-, secara distributive mampu menghasilkan kata-kata baru begitu produktif, seperti terlihat pada kata-kata, melayar, melebar, melangkah, menjadi, membengkak, membisu, menjawab, mencabik-cabik, mengangkat, mengangkut, menyanyi, menyapu, menyisir, menghunus, mengintai, mengebom, mengecat, mengetik, dan banyak lagi. Golongan afiks yang pertama disebut afiks yang improduktif, sedangkan golongan yang kedua afiks yang produktif.
Berdasarkan contoh di atas, dapatlah disimpulkan bahwa afiks improduktif ialah afiks yang tidak distributive, yang tidak memiliki kemampuan untuk melekatkan diri pada bentuk lain yang lebih banyak, terbatas pada satuan-satuan tertentu, sedangkan afiks produktif merupakan kebalikan afiks improduktif ialah afiks yang distributive yang besar kesanggupannya melekatkan diri pada morfem-morfem lain lebih banyak.
Ramlan (1983:55) menyatakan afiks-afiks pra-, a-, -el-, -er-, -em-, -is, -man, dan  -wi merupakan afiks-afiks yang improduktif. Afiks-afiks yang tergolong produktif yaitu peN-, meN-, ber-, di-, ke-, ter-, per-, se-, maha-, para-, -kan, -an, -i, -wan, meN-kan, ber-kan, per-an, peN-an, di-kan, ke-an, ber-an, se-nya.

Alat pembentukan kedua adalah pengulangan bentuk dasar yang digunakan dalam proses reduplikasi. Hasil dari proses reduplikasi ini lazim disebut dengan istilah kata ulang.
Reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun sebagian, baik disertai variasi fonem maupun tidak (Cahyono, 1995:145).
Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan, secara sebagaian (parsial) maupun dengan perubahan bunyi.
Proses reduplikasi dapat bersifat paradigmatic (infleksional) dan dapat pula bersifat derifasional. Reduplikasi yang paradigmatic tidak mengubah identitas leksikal. Melainkan hanya memberi makna gramatikal. Yang bersit derivasionl membentuk baru atau kuang identitas leksikalnya berbeda deng bentuk dasarnya.
Contoh:
rumah ->rumah-rumah
berjalan ->berjalan-jalan
pukul ->pukul-memukul

Proses pengulangan atau reduplikasi merupakan proses morfologis yang banyak terjadi pada bahasa-bahasa di dunia. Reduplikasi ialah proses pengulangan bentuk yang terjadi pada keseluruhan bentuk dasar atau sebagian saja, mungkin diikuti oleh variasi fonem atau pun tidak. Bentukan yang terjadi dari hasil reduplikasi disebut kata ulang (Ahmadslamet, 1980:61; Pamlan,1983:55) sedangkan bentuk (satuan) yang diulang disebut bentuk dasar (Ramlan, 1983:55).





Sebagai gambaran untuk mempertegas definisi tersebut, perhatikan korpus di bawah ini.
Bentuk Dasar
duduk
berjalan
anak
lauk
Kata Ulang
duduk-duduk
berjalan-jalan
anak-anakan
lauk pauk

Þ Masalah Bentuk Dasar Kata Ulang
Kalau kita tinjau berbagai buku tata bahasa, di antara mereka terdapat perbedaan dalam mengklasifikasikan atau membagi-bagi kata. Sebagai contoh, kata berjalan-jalan oleh Gorys Keraf (1982:120) dan Alisahbana (l954:68) dimasukan ke dalam macam kata ulang berimbuhan, sedangkan Slametmulyana (1957:38), Ramlan (1983:57), dan Ahmadslamet (1982:61) menggolongkannya ke dalam kata ulang sebagian.
Perbedaan pengklasifikasian atau penggolongan seperti di atas disebabkan oleh bedanya sistem konsepsi (Parera, 1980:40). Keraf dan Aliisjahbana berdsarkan pada konsepsi kata dasar, sedangkan Slametulyana, Ramlan, dan Ahmadslamet. berlandaskan pada bentuk dasar. Kata dasar merupakan istilah dalam tata bahasa tradisional yang maknanya hampir sama dengan bentuk bebas yakni kata yang belum mengalami perubahan atau penambahan. (Alisahbana, 1954:6). Umumnya kata dasar bahasa Indonesia dan juga semua bahasa yang sekeluarga dengan bahasa Indonesia terjadi dari dua suku kata (Keraf,1982:51) .
Dengan berbedanya konsepsi dalam membahas pengulangan, maka jelaslah hasilnya pun akan berbeda. Berdasarkan hasil teori, saya cenderung terhadap pendapat yang menggunakan bentuk dasar sebagai konsepsi penggolongan pengulangan. Dengan perkataan lain, bentuk dasar pengulangan mungkin merupakan bentuk (satuan) yang bermorfem tunggal mungkin pula jamak.

Þ Menentukan Bentuk Dasar Kata Ulang
Untuk mementukan bentuk dasar suatu kata ulang, Ramlan, (1983:57) rnenggunakan dua prinsip. Kedua prinsip tersebut ialah:
1) Reduplikasi (pengulangan) pada dasarnya tidak mengubah golongan atau jenis kata. Dengan berpegang pada prinsip tersebut dapatlah ditentukan jika kata ulang itu termasuk jenis kata kerja, maka bentuk dasarnya pun kata kerja. Jika kata ulang tersebut termasuk kata benda, maka bentuk dasarnya pun kata benda. Perhatikan contoh-contah berikut!
berkata-kata (k. kerja): bentuk dasarnya berkata (kata kerja) bukan kata (kata benda)
gunung-gunung (k. benda): bentuk dasarnya gunung (kata benda)
kemerah-merahan (k. sifat): bentuk dasarnya merah (k. sifat )
melemparkan (k. kerja): bentuk dasarnya melempar (k. kerja)
pemikiran-pemikiran (k. benda) : bentuk dasarnya pemikiran (k. benda)
           
2) Bentuk dasar kata ulang selalu berupa bentuk (satuan) yang terdapat dalam penggunaan bahasa. Contohnya:
mempertahan-tahankan           : bentuk dasarnya mempertahankan bukan memertahan
                                                  karena tidak terdapat di dalam pemakaian bahasa
rnengata-ngatakan                   : bentuk dasarnya mengatakan
berdesak-desakkan                  : bentuk dasarnya berdesakkan
 Pada kata ulang menulis-nuliskan, ada dua kemungkinan sebagai bentuk dasarnya. Pertama bentuk dasarnya mungkin menulis diulang menjadi menulis-nulis, setelah itu mendapat afiks -kan menjadi menulis-nuliskan. Kedua, bentuk dasarnya mungkin menuliskan diulang menjadi menulis-nuliskan.

 Þ Macam-macam Pengulangan
Pengulangan dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi empat macam. Pembedaan ini ditinjau dari cara mengulang suatu bentuk dasarnya. Berikut ini paparan keempat macam pengulangan tersebut.
1)      Pengulangan Utuh atau Pengulangan Seluruhnya
            Pengulangan utuh atau pengulangan seluruhnya yaitu pengulangan seluruh bentuk dasar, tanpa perubahan fonem dan juga tidak berkombinasi dengan proses afiksasi. Hasilnya disebut kata ulang seluruhnya atau kata ulang utuh, istilah Keraf (1982:119) dwilingga, sedangkan Parera (1982:52) menyebutnya bentuk ulang simetris.
            Contohnya:
tong → tong-tong
buku → buku-buku
kebaikan → kebaikan-kebajkan
pembangunan → pembangunan-pembangunan
            2) Pengulangan Sebagian
            Pengulangan sebagian ialah proses pembentukan kata dengan cara mengulang sebagian bentuk dasarnya, Perhatikanlah contoh berikut!
tamu → tetamu
laki → lelaki
ditarik → ditarik-tarik
dilemparkan → dilempar-lemparkan
 tumbuhan → tumbuh-tumbuhan
Berdasarkan contoh-contoh di atas, kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa pengulangan sebagian pada bentuk dasar bermorfem tunggal, yang diulang hanya suku kata awalnya (lelaki, tetangga). Vokal suku kata yang diulang mengalami pelemahan dan bergeser ke posisi tengah menjadi é pepet (contoh lain: luasa menjadi leluasa; luhur menjadi leluhur). Pengulangan sebagian yang, bentuk dasarnyab bentuk kompleks, cenderung hanya mengulang bentuk asalnya (ditarik-tarik, dilempar-lemparkan, tumbuh-tumbuhan, yang diulang tarik, lempar, tumbuh).
Parera (1982:53) memperkenalkan istilah lain, yaitu bentuk ulang regresif dan bentuk ulang progresif. Pengertian itu akan menjadi jelas dengan melihat korpus berikut.
Bentuk Ulang
Regresif
Bentuk Dasar
Progresif
dorong
sepak
tolong
mendorong
menyepak
menolong
mendorong
menyepak
terbatuk
berbeda
berganti
perlahan
pertama






dorong
nyepak
batuk
beda
ganti
lahan
tama

Jadi apakah bentuk ulang regresif dan bentuk ulang progresif? Sebuah bentuk ulang disebut bentuk ulang regresif, jika dalam bentuk ulang tersebut dapatt ditemukan atau tampak “dasar kata” (bentuk asal, pen.). Sedangkan bentuk ulang progresif adalah sebuah bentuk ulang yang mengulang sebagian bentuk dasar dan bentuk itu terikat kepada bentuk dasar.
Tampak jelas dari contoh-contoh di atas, bentuk dasar yang berafiks meN- pada umumnya mengalami bentuk ulang regresif dan kadang-kadang progresif. Bentuk dasar yang berafiks ter-, ber-, dan per- pada umumnya mengalami bentuk ulang progresif (Parera, 1982:53). Pada bentuk ulang regresif, tampaklah bahwa bentuk dasar yang diulang letaknya di belakang “morfem ulang”, sedangkan bentuk ulang progresif bentuk dasar yang diulang terletak di depan “morfem ulang”.
            3) Pengulanan Serempak dengan Afiksasi
            Pengulangan golongan ini dilakukan dengan cara mengulang seluruh bentuk dasar sekaligus dengan afiksasi dan bersama-sama mendukung satu fungsi dan satu arti. Misalnya kata anak-anakan. Berdasarkan prinsip ke-2, yang menyatakan bahwa ”bentuk dasar kata ulang merupakan satuan atau bentuk yang terdapat dalam bahasa,” kita dapat menentukan bahwa bentuk dasarnya anak, bukan anakanAnakan tidak terdapat dalam penggunaan bahasa Indonesia,
 Berdasarkan penjelasan di atas, kita mencoba mencari proses terbentuknya kata anak-anakan. Pertama bentuk dasar anak-anakan mungkin anak-anak, lalu mendapat imbuhan menjadi anak-anakan. Kedua bentuk dasar anak-anakan bentuk dasarnya anak diulang dengan mendapat afiks -an sekaligus.
Berdasarkan faktor arti, alternatif pertama tidaklah mungkin. Pengulangan anak menjadi anak-anak mempunyai makna atau arti banyak, sedangkan pada kata anak-anakan makna tersebut tidak ada. Yang ada adalah arti atau makna ‘menyerupai apa yang tersebut pada bentuk dasar’. Jelaslah bahwa satu-satunya alternatif ialah kata anak-anakan terbentuk dari bentuk dasar anak yang diulang serempak dengan melekatnya afiks –an.

Contoh lainnya lihatlah berikut ini!
kereta → kereta-keretaan
hijau → kehijau-hijauan
cantik → secantik-cantiknya
Dengan melihat contoh di atas, Prawirasumantri (1986:7) merumuskan reduplikasi serempak dengan afiksasi tiga macam yaitu: (1) R-an (Peduplikasi + afiks      -an), (2) ke-an (Reduplikasi + afiks ke-an), dan (3) se-R-nya (Peduplikasi + afiks se-nya).
            4) Pengulangan dengan Perubahan Fonem
            Pengulangan dengan perubahan fonem ialah pengulangan seluruh bentuk dasar dengan disertai adanya perubahan fonem bentuk dasar yang diulangnya, baik vokal maupun konsonan. Perhatikan contoh berikut!
gerak → gerak-gerik
serba → serba-serbi
lauk → lauk-pauk
ramah → ramah-tamah
sayur → sayur-mayur
Parera (1982:55) menyebutnya dengan istilah lain yaitu bentuk ulang vokal dan bentuk ulang konsonan. Beliau meninjau dari segi struktur. Bentuk ulang vokal ialah pengulangan terhadap vokal-vokal bentuk dasar sedangkan bunyi-bunyi konsonan mengalami variasi atau berselisih dengan bunyi-bunyi konsonan bentuk dasar.
Bentuk ulang konsonan sebaliknya dan bunyi ulaing vocal yaitu pengulangan konsonan-konsonan dan bentuk dasar dan bunyi-bunyi vokal mengalami variasi atau berselisih dengan bunyi-bunyi vokal bentuk dasar. Agar pengertian tersebut jelas, perhatikan contoh-contoh berikut.

 Dapatlah dilihat bahwa penggolongan ini melihat apa yang diulang. Empat contoh pertama menunjukkan bahwa yang diulang adalah bunyi-bunyi konsonan, bentuk ulangnya disebut bentuk ulang konsonan, (yang diulang adalah a, r, b pada serba-serbi, w, r, n pada warna-warni, b, 1, k pada bolak-balik, g r, k pada gerak-gerik), sedangkan empat contoh berikutny memperlihatkan bahwa yang diulangnya adalah vokal-vokal bentuk dasar, itu termauk bentuk ulang vokal (yang diulangnya ialah: a,
 a pada ramah-tamah, a, u pada lauk-pauk, e, ai pada cerai—berai, dan e, a pada tegap-begap).
Þ Bentuk-bentuk Lain yang Mirip Kata Ulang
Pada suatu malam, ada seseorang yang berteriak,  Maling! Maling! atau Kebakaran! Kebakaran!. Ada seoran pedagang mengucapkan, “Pisang! Pisang! Kacang ! Rokok! Rokok!. Dengar pula nyanyian, “Boleh, boleh, boleh, dipandang, asal jangan, jangan dipegang!”.
Jika dilihat secara sekilas, bentuk-bentuk di atas tampaknya sama dengan kata ulang (Parera menyebutnya bentuk ulang). Memang secara struktur, bentuk-bentuk tersebut dapat dikembalikan pada bentuk dasar masing-masing, akan tetapi ada kaitan rnakna di antara unsur-unsurnya.  Dalam hal ini kata-kata yang diulang ini mempunyai otonomi sendiri-sendiri. Hubungan makna unsur-unsur yang diulang itu tidak ada. Bentuk-bentuk seperti itulah yang kadang-kadang membuat kita tersesat. Bentuk-bentuk itu terdiri atas beberapa kata, berbeda dengan kata ulang termasuk satu kata. Bentuk-bentuk itu disebut ulangan kata.
Perhatikan pula bentuk-bentuk seperti: cumi-cumi, lobi-lobi, ani-ani, kupu-kupu. Bentuk-bentuk ini pun tampaknya seperti kata ulang. Namun kalau kita kaji lebih jauh, bentuk-bentuk seperti ini tidak mempunyai bentuk dasar. Cumi, lobi, ani, kupu tidak ada dalam penggunaan bahasa, oleh karena itu tidak mungkin merupakan bentuk dasar. Bentuk-bentuk seperti teramasuk kata dasar atau kata yang bermorfem tunggal.
Bentuk lain yang sering dikacaukan dengan kata ulang antara lain bentuk-bentuk seperti: simpang-siur, sunyi-senyap, lalu-lalang, beras-petas. Effendi (1958:44), misalnya menyebutkan bentuk-bentuk seperti itu termasuk kata ulang berubah bunyi. Kalau kita menyebutkan bentuk-bentuk seperti itu kata ulang, mungkinkah siur, senyaplalang, dan petas masing-masing perubahan dan simpang, sunyi, lalu, dann beras? Perubahan-perubahan seperti itu sukar dijelaskan dan secara deskriptif hal itu tidak mungkin.
Oleh karena itu, Ramlan (1983:51) menggolongkan bentuk-bentuk seperti itu masuk kata majemuk yang salah satu unsurnya berupa morfem unik, yakni morfem-morfem yang hanya mampu berkombinasi dengan satu bentuk tertentu .

Alat pembentukan ketiga adalah penggabungan sebuah bentuk pada bentuk dasar yang ada dalam komposisi.
Komposisi adalah hasil dan proses penghubung morfem dasar dengnmorfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat , sehingga berbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda , atau yang baru. Misalnya, lalu lintas daya juang, dan rumah sakit. Sutan Takdir Alisjahban (1953), yang berpendapat bahwa kata mejemuk adalah sebuah kata memiliki makna baru yang tidak merupakan gabungan makna unsur-unsurnya. Verhar (1978) menyatakan suatu komposisi di sebut kata majemuk kalau hubungan kedua unsurnya tidak bersifat sintaktis. Sehingga Komposisi atau pemajemukan (perpaduan) adalah penggabungan dua kata atau lebih dalam membentuk kata.
Contoh:
kepala + batu ->kepala batu
mata + pelajaran ->mata pelajaran
» Pengertian Pemajemukan dan Kata Majemuk
Pemajemukan yaitu proses morfologis yang berupa perangkaian (bersama-sama) dua buah bentuk dasar (bentuk asal) atau lebih yang menghasilkan satu kata (Prawirasumantri, 1986:10), Hasil proses pemajemukan disebut kata majemuk, Ramlan (1983:67) mendefinisikan kata majemuk yakni kata yang terdiri dari dua kata atau lebih sebagai unsurnya.
Sedangkan Badudu (1976: 8) mendefinisikannya, gabungan dua buah morfem dasar atau lebih yang mengandung (memberikan) suatu pengertian baru. Kata majemuk tidaklah menonjolkan arti tiap kata, tetapi gabungan kata tersebut bersama-sama membentuk suatu makna.
Dan definisi yang dikemukakan ada perbedaan pengertian kata majemuk menurut Ramlan dengan Badudu, Jika Ramlan mendefinisikan kata mjemuk, “kata yang terdiri dan dua kata atau lebih”, maka kata-kata seperti beras-petas, lalu-lalang, simpang-siur yang oleh Ramlan dimasukkan ke dalam kata majemuk, hal itu tidak dapat dipertahankan lagi. Benarkah petas, lalang, dan siur termasuk kata? Jelas tidak benar. Supaya kata-kata seperti itu dapat digolongkan ke dalam kata majemuk, maka definisi kata majemuk ialah “ kata yang dihasilkan dengan cara menggabungkan dua buah bentuk dasar atau lebih yang berbeda”. Sedangkan proses pemajemukan atau komposisi dapat didefinisikan, proses penggabungan dua buah bentuk dasar atau lebih yang berbeda untuk menghasilkan sebuah kata baru.
» Ciri-ciri Kata Majemuk
Ramlan (1983:67), Prawirasumantri (1986:11), dan Ahmadslamet (1982:66) menerangkan, sekilas kata majemuk sukar dibedakan dan bentuk lingual atau satuan gramatik yang berupa konstruksi predikatif, yakni suatu konstruksi yang terdini atas subjek dan predikat, dan konstruksi endosentris yang atributif yakni frase yang rnempunyai distribusi yang sama dengan salah satu atau semua unsurnya.
Agar perbedaannya jelas, analisislah bentuk kamar mandi dan adik mandi. Tampaknya dua bentuk tersebut sama, karena sama-sama dibangun oleh KB + KK. Akan tetapi kalau kita analisis, kedua bentuk tersebut mempunyai sifat yang berbeda.
Bentuk kamar mandi bukanlah konstruksi predikadif atau frase endosentris yang atributif, tetapi merupakan sebuah kata benda. Berbeda dengan bentuk adik mandi , ia merupakan sebuah konstruksi predikatif (adik sebagai subjek dan mandi sebagai predikat). Kamar mandi termasuk kata majemuk, sedangkan mandi bukan kata majernuk.
Berdasarkan penjelasan di atas, Ramlan (1983:69) mengemukakan ciri-ciri kata majemuk sebagai berikut.
l) Gabungan dua buah bentuk dasar (bentuk asal) atau lebih yang salah satu atau semua unsurnya berupa pokok kata termasuk kata majemuk.
            Pokok kata yaitu bentuk lingual atau satuan gramatik yang tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa dan secara gramatis tidak memiliki sifat bebas tetapi dapat dijadikan bentuk dasar sutu kata kompleks. Bentuk yang terdiri dari bentuk dasarnya yang berupa morfem bebas dengan pokok kata atau pokok kata semua, maka gabungan tersebut pastilah termasuk kata majemuk. Contohnya: kolam renang, medan tempur, temu karya, tanggung jawab.
2) Unsur-unsur kata majemuk tidak mungkin dipisahkan atau tidak mungkin diubah strukturnya.
           




 Untuk memperjelas ciri tersebut, perhatikanlah dan bandingkan bentuk-bentuk yang berada dalam korpus.

I
II
kamar mati
meja makan
rumah sakit
kaki tangan
kamar kecil
tangan kanan
tikus mati
adik makan
burung sakit
kaki dan tangan
kamar yang kecil
tangan yang kanan

Bentuk-bentuk yang ada pada lajur I merurakan kata majemuk, sedangkan lajur II bukan kata majemuk. Bentuk kamar mati tidak dapat dipisahkan. menjadi kamar yang mati, begitu pula. dengan meja dengan meja makan, rumah sakit, kaki tangan, kamar kecil, tangan kanan. Bentuk-bentuk itu juga tidak dapat ditukar tempatnya menjadi mati kamar, makan meja, sakit rumah dan seterusnya. Bentuk-bentuk kaki tangan, kamar kecil, dan tangan kanan mungkin bisa dipisahkan oleh bentuk atau satuan yang atau dan seperti terlihat pada kolorn II, namun arti atau makna yang dikandungnya akan berubah sama sekali. Tangan kanan pada lajur I artinya ‘orang kepercayaan’ sedangkan tanan (yang) kanan pada lajur II artinya “anggota badan dari siku ke ujung jari yang ada di sebelah kanan’. Bentuk-bentuk yang ada pada lajur I itulah yang disebut dengan kata majemuk.
Akhirnya, perlu disinggung lagi di sini bentuk yang terdiri atas bantuk dasar dan morfem unik yakni morfem yang tidak pernah hadir dalam pemakaian bahasa kecuali dalam keadaan berkombinasi dengan bentuk tertentu. Gabungan seperti itu disebut kata majemuk yang salah satu bentuk dasarnya berupa morfem unik. Contoh kata majemuk. yang mengandung morfem unik ialah tumpah ruah, simpang siur, sunyi senyap, terang benderang, gelap gulita, lalu lalang, kering kerontang, tua bangka, tua renta, muda belia. Tentukan mana yang termasuk morfem uniknya?
Lebih terinci Keraf (1982:125) menyatakn cirri-ciri kata majemuk sebagai berikut:
1)  Gabungan itu membentuk suatu arti.
2) Gabungan itu dalam hubungannnya ke luar membentuk satu pusat, yang menarik
    keterangan-keterangan atas kesatuan itu, bukan atas bagian-bagiannya.
3)  Biasa terdiri atas kata-kata dasar.
4) Frekuensi pemakaiannya tinggi.
5) Terutama kata-kata majemuk yang bersifat endosentris, terbentuk menueur hukum
    DM (Diterargkan mendahului menerangkan).
» Macam-macam Kata majemuk
Kata majemuk dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kata majemuk endosentris dan eksosentris.
Kata majemuk endosentris yaitu kata majemuk yang konstruksi distribusinya sama dengan kedua (ketiga) atau salah satu unsurnya. Kata majemuk eksosentris, sebaliknya, yaitu kata majemuk yang konstruksinya itu berlainan distribusinya dan salah satu unsurnya (Samsuri, 1982:200). Untuk menjelaskan hal itu, beliau mengemukakan contoh bentukan rumah sakit dan jual beli, yang kedua-duanya merupakan kata majemuk. Yang pertama kata majemuk endosentris, sedangkan yang kedua eksosentris. Perhatikanlah:
            l)  a.Rumah sakit itu baru dibangun.
                b.Rumah itu baru dibangun.
Melihat contoh di atas, jelaslah bahwa rumah berdistribusi sama dengan rumah sakit, sehingga selain kalimat l.a. kalimat 1.b. pun ada dalam bahasa Indonesia. Dengan perkatan lain satuan rumah dapat menggantikan satuan rumah sakit.
            2) a. Kedua orang itu mengadakan jual beli.
 b. Kedua orang itu mengadakan jual. *)
 c. Kedua orang itu mengadakan beli. *)
Tanda *) berarti kalimat 2.b. dan 2,c. tidak ada dalam bahasa Indonesia. Jelaslah distribusi jual beli berlainan distrubusinya dengan jual ataupun beli. Itulah yang disebut kata majemuk eksosentris.
Kata majemuk endosentris dapat dibedakan menjadi: kata majemuk koordinatif yaitu kata majemuk yang unsur-unsurnya mempunyai hubungan yang setara atau sederajat, misalnya: budi bahasa (Suwarso, 1979:38); kata majemuk atributif atau subordinatif yaitu kata majemuk yang salah satu unsurnya menjadi penjelas atau atribut unsur lainnya,
misalnya: rumah sakit, orang tua (Suwarso, 1979:38) ; dan kata majemuk yang salah satu unsurnya berupa morfem unik, misalnya: lalu lalang (Ramlan, l983:50)

Alat pembentukan keempat adalah abreviasi khusus yang digunakan dalam proses akronimisasi.
Pemendekan adalah proses penanggalan bagian-bagia leksimatau gabungan leksim sehingga menjadi sebuah bentuk singkat, tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk utuhnya . Hasil proses pemendekan ini kita sebut kependekan. Misalnya, bentuk lab(utuhnya Laboratorium).
Abreviasi adalah proses penanggalan satu atau beberapa bagian kata atau kombinasi kata sehingga jadilah bentuk baru. Kata lain
abreviasi ialah pemendekan. Hasil proses abreviasi disebut kependekan. Bentuk kependekan dalam bahasa Indonesia muncul
karena terdesak oleh kebutuhan untuk berbahasa secara praktis dan cepat. Kebutuhan ini paling terasa di bidang teknis, seperti cabangcabang ilmu, kepanduan, dan angkatan bersenjata.
Jenis abreviasi sebagai berikut.
a. Singkatan yaitu salah satu hasil proses pemendekan yang berupa huruf atau gabungan huruf, baik yang dieja huruf demi huruf, seperti: FSUI (Fakultas Sastra Universitas Indonesia), DKI (Daerah Khusus Ibukota, dan KKN( Kuliah Kerja Nyata), maupun yang tidak dieja huruf demi huruf, seperti: dll. (dan lain-lain), dgn. (dengan), dst. (dan seterusnya).
b. Penggalan yaitu proses pemendekan yang menghilangkan salah satu bagian dari kata seperti: Prof. (Profesor) Bu (Ibu) Pak (Bapak)

c. Akronim, yaitu proses pemendekan yang menggabungkan huruf atau suku kata atau bagian lain yang ditulis dan dilafalkan sebagai sebuah kata yang memenuhi kaidah fonotaktik Indonesia, seperti:
FKIP /fkip/ dan bukan /ef/, /ka/, /i/, /pe/
ABRI /abri/ dan bukan /a/, /be/, /er/, /i/
AMPI /ampi/ dan bukan /a/, /em/ /pe, /i/
d. Kontraksi, yaitu proses pemendekan yang meringkaskan kata dasar atau gabungan kata, seperti:
tak dari tidak
sendratari dari seni drama dan tari
berdikari dari berdiri di atas kaki sendiri
rudal dari peluru kendali
e. Lambang huruf, yaitu proses pemendekan yang menghasilkan satu huruf atau lebih yang menggambarkan konsep dasar
kuantitas, satuan atau unsur, seperti:
g (gram)
cm (sentimeter)
Au (Aurum)
Alat kelima dalam pembentukan kata adalah pengubahan status dalam proses yang disebut konversi.
Konversi, Modifikasi, Internal dan Suplesi Konversi sering juga di sebut derivasi zero.,transmutasi, dan transpotasi, adalah proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa perubahan unsur segmental. Modifikasi internal (sering disebut juga penam bahan internal atau perubahan internal) adalah proses pembentukan kata dengan penambahan unsur-unsur (yang biasanya berupa vokal) ke dalam morfem yang berkerangka tetap.
2.3. Hasil Proses Pembentukan
Proses morfologi atau proses pembentukan kata mempunyai dua hasil yaitu bentuk dan makna gramatikal. Bentuk dan makna gramatikal merupakan dua hal yang berkaitan erat; bentuk merupakan wujud fisiknya dan makna gramatikal merupakan isi dari wujud fisik atau bentuk itu.
Wujud fisik dari hasil proses afiksasi adalah kata berafiks, disebut juga kata berimbuhan, kata turunan, atau kata terbitan. Wujud fisik dari proses redupliksi adalah kata ulang. Wujud fisik dari hasil proses komposisi adalah kata gabung.


2.4. makna Gramatikal
Pembicaraan tentang makna gramatikal perlu melibatkan jenis-jenis tingkatan makna lain sehingga perlu dibicarakan dalam subbab tersendiri.
Dalam kajian semantik secara umum dikenal adanya makna leksikal, makna gramatikal, makna kontekstual, dan makna idiomatikal
Makna leksikal adalah makna yang secara inheren dimiliki oleh setiap bentuk dasar (morfem dasar atau akar).
Makna gramatikal mempunyai hubungan erat dengan komponen akna  yang dimiliki oleh bentuk dasar yang terlibat dalam proses pembentukan kata. Setiap makna gramatikal dari suatu proses morfologi akan menampakkan makna/bentuk dasarnya.
Makna leksikal dan makna gramatikal akan tersisih oleh makna kontekstual atau pemaiakaian kata itu di dalam konteks kalimat maupun konteks situasi.
Yang disebut makna idiomatikal adalah makna yang tidak ada hubungannya dengan makna leksikal maupun makna gramatikal dari unsur-unsur pembentukannya.


2.5. Tahap Pembentukan
Berdasarkan tahap prosesnya kita dapat membedakan adanya pembentukan setahap, bertahap dan melalui bentuk perantara.
1)    Pembentukan setahap terjadi kalau bentuk dasarnya berupa akar atau morfem dasar (baik bebas maupun terikat).
2)    Pembentukan bertahap terjadi kalau bentuk dasar yang mengalami proses morfologi itu berupa bentuk polimorfemis yang sudah menjadi kata (baik kata berimbuhan, berulang, maupun kata gabung).
3)    Proses kata yang prosesnya melalui bentuk perantara adalah seperti terjadi dalam proses pembentukan kata pengajar.







2.6. Bentuk Inflektif dan Derivatif
Dalam pembentukan kata inflektif identitas leksikal kata yang dihiasilkan sama dengan identitas leksikal bentuk dasarnya. Sebalaiknya dalam proses pembentukan derivatif identitas yang dihasilkan tidak sama dengan identitas leksikal bentuk dasarnya.
Katamba (1993) menjelaskan bahwa infleksi adalah pembentukan kata yang berkaitan dengan perilaku sintaksis, atau berkaitan dengan ketentuan proses afiksasi secara sintaktikal; sedangkan derivasi adalah proses pembentukan kata yang digunakan untuk membentuk item leksikal baru. Sedangkan verhaar (2004:143) menjelaskan bahwa infleksi adalah perubahan morfemis dengan mempertahankan identitas leksikal dari kata yang bersangkutan, dan derivasi adalah perubahan morfemis yang menghasilkan kata dengan identitas morfemis yang lain. Misalnya kata tulis, menulis, dan ditulis merupakan proses infleksi karena tidak terjadi perubahan identitas leksikal. Sedangkan kata penulis merupakan proses derivasi karena telah terjadi perubahan identitas leksikal(bukan tentang tulisan tetapi orang yang menulis)

Kasus inflektif dalam bahasa indonesia hanya terdapat dalam pembentukan verba transitif, yaitu dengan prefiks me- untuk verba transitif aktif, dengan prefiks di- untuk verba transitif pasif tindakan, dengan prefiks ter- untuk verba transitif pasif keadaan, dan dengan prefks zero untuk verba imperaktif.




Bentuk dasar dapat berupa:
1)    pangkal verba akar yang memiliki komponen makna [+sasaran], seperti akar baca, beli, dan tulis.
2)    Pangkal bersufiks –kan, seperti selipkan, daratkan, dan lewatkan.
3)    Pangkal bersufiks –I seperti, tangisi, lalui, dan nasehati.
4)    Pangkal berprefiks per- seperti, perpanjang, perluas, pertinggi.
5)    Pangkal berkonfiks ke-kan seperti, persembahkan, pertemukan, dan pertukarkan.
6)    Pangkal berkonfiks per-I seperti, perbaiki, perbarui, dan persenjatai.

Berkenaan dengan verba inflektif, ada catatan penting.
            Pertama, disamping adanya prefiks me- inflektif (disebut me- 1) prefiks di- inflektif (disebut di- 1), dan prefiks ter- inflektif (disebut ter- 1), ada juga prefiks me- derivatif (disebut me- 2), prefiks di- derivatif (disebut di- 2), dan ter- derivatif (disebut ter- 2).
Kedua, prefiks di- inflektif dapat juga ditukar dengan pronomina persona : saya, aku ( ku- ), kami, kita, kamu, engkau (kau-) mereka, kalian, dan beliau.
Kata- kata dalam bahasa-bahasa berfleksi, untuk dapat di gunakan di dalam kalimat harus disesuaikan dulu bentuknya dengan kategori-kategori gramatikal yang berlaku dalan bahasa itu. Alat yang di gunakan untuk menyesuaikan bentuk itu biasanya berupa afiks, yang mungkin internal, yakni perubahan yang terjadi di dalam bentuk dasr itu.
Perubahan atau penyesuaian bentuk pada verba di sebut konyungsi , perubahan atau penyesuaian pada nomina dan ajektifa di sebut deklinasi. Konyugasi pada verba biasanya berkenaan dengan kala (tense), aspek, modus , diatesis, persona, jumlah, jenis, dan kasus .
Bahasa Indonesia bukanlah bahasa berfleksi. Jadi, tidak ada masalah konyugasi dan deklinasi dalam bahasa Indonesia. Membaca, dibaca, terbaca, dan bacalah, bentuk-bentuk merupakan kata yang sama, yang berate juaga mempunyai identitas leksikal yang sam. Perbedaan bentuknya adalah berkenaan dengan modus kalimatnya . Dengan demikian prefiks me -,di-,ter-,ku-,dan kau- adalah infleksional.
Pembentukan kata secara infletif, tidak membentuk kata baru, atau lain yang berbeda identitas leksikalnya dengan bentuk dasarnya. Hal ini berbeda dengan pembentukan kata secara derivative atau derivasional. Pembentukan kata secara derivative membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan kata dasarnya.


2.7. Produktivitas Proses
Produktivitas dalam proses pembentukan kata adalah dapat tidaknya sebuah proses dilakukan secara berulang-berulang dalam pembentukan kata.
Dalam gramatika ada istilah bloking (Arronoff 1976:4 Bauer 1983:87), yakni istilah yang digunakan untuk menyebut adanya bentuk yang menurut kaidah seharusnya ada, tetapi tidak berterima karena diblok oleh bentuk lain.




BAB III
                                            PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Proses morfologi pada dasarnya adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar melalui pembubuhan afiks (dalam proses afiksasi), pengulangan (dalam proses reduplikasi), penggabungan (dalam proses komposisi), pemendekan (dalam proses akronimisasi), dan pengubahan status (dalam proses konversi).
Proses morfologi melibatkan komponen bentuk dasar, alat pembentuk (afiksasi, reduplikasi, komposisi, akronimisasi, dan konversi),makna gramatikal, dan hasil proses pembentukan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar